Kamis, 28 Juli 2011

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN TEMATIK

PENGEMBANGAN
MODEL PEMBELAJARAN TEMATIK



BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah usaha sadar dan berencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Dari berbagai aspek potensi peserta didik yang harus ditumbuhkembangkan melalui dunia pendidikan sebagaimana dikemukakan di atas, salah satunya adalah aspek kecerdasan peserta didik. Aspek ini tidak kalah pentingnya dengan aspek-aspek yang lainnya yang harus ditumbuhkembangkan. Salah satu alasannya, karena masa depan bangsa berada di tangan anak-anak yang cerdas. Hal ini sejalan dengan yang diamanatkan oleh para pendiri Republik sebagaimana halnya dalam Pembukaan UUD 1945 merumuskan bahwa salah satu tujuan mendirikan negara bangsa yang merdeka adalah “mencerdaskan kehidupan bangsa”.
Mengapa para pendiri Republik ini memasukkan kalimat “mencerdaskan kehidupan bangsa” dalam Pembukaan UUD 1945, hal ini tampaknya disadari bahwa ketertinggalan dalam seluruh dimensi kehidupan masyarakat bangsa Indonesia, pada saat proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, hanya dapat diatasi melalui proses tranformasi budaya, dari budaya feodal ke budaya demokratis, dari budaya tradisional ke budaya modern, dan dari budaya masyarakat terjajah menuju budaya masyarakat negara merdeka. Untuk itu, maka dengan memasukan kalimat “mencerdaskan kehidupan bangsa” merupakan suatu upaya agar bangsa ini tidak mengulang sejarah kelam di masa lalu yang penuh dengan pertentangan dan terisolasi dari perkembangan peradaban dunia. Menyikapi apa yang dikemukakan di atas, berarti salah satu fungsi pendidikan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan amanat yang telah dituangkan di dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945.
Terkait dengan upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, menurut Muhaimin (2000) diperlukan adanya upaya penyelenggaraan satu sistem pengajaran nasional yang secara sungguh-sungguh berusaha memfungsikan kecerdasan(intelligence) secara optimal baik intellectual/rational intelligence, emotional intelligence,dan spiritual intelligence. Dengan memfungsikan kecerdasan-kecerdasan tersebut secara optimal selama proses pembelajaran, itu merupakan upaya untuk mencapai kualitas pendidikan yang tinggi.
Upaya peningkatan kualitas pendidikan tidak dapat berhasil dengan maksimal tanpa didukung adanya peningkatan kualitas pembelajaran. Peluang yang dibawa KBK yang memberikan keleluasaan kepada guru sebagai pengembang kurikulum dalam tatanan kelas juga belum dapat dimanfaatkan secara optimal, karena keterbatasan kemampuan guru. Keterbatasan kemampuan guru ini berdampak pada munculnya sikap intuitif dan spekulatif dalam menggunakan strategi pembelajaran. Kondisi ini berakibat pada rendahnya mutu proses pembelajaran yang bermuara pada rendahnya mutu hasil belajar. Salah satu cara yang dapat dilakukan agar kondisi yang kurang menguntungkan itu tidak berkelanjutan dan berkembang lebih jauh, maka guru perlu diberi suatu perskripsi metodologi pembelajaran yang dipandang kondusif dapat meningkatkan efektivitas pembelajaran tematik. Hal ini sangat penting, mengingat karakteristik pengalaman guru dan wawasannya sangat berpengaruh pada perilaku peserta didik.
Mengacu kepada cara-cara yang ditempuh oleh negara maju dalam reformasi pendidikan, kunci keberhasilannya adalah reformasi guru. Dengan demikian, maka seiring dengan upaya pemerintah dalam meningkatkan kualitas pendidikan melalui pembaharuan kurikulum, sudah tentu sangat menuntut guru untuk mengadakan perubahan-perubahan terutama dalam penyelenggaraan proses pembelajaran. Sekaitan dengan tuntutan tersebut, sebagaimana struktur KBK untuk kelas 1, 2 dan 3 telah ditetapkan bahwa untuk pembelajaran di kelas- kelas tersebut harus menggunakan pendekatan tematik. Dengan demikian, maka untuk menunjang keberhasilan KBK dikelas rendah, kuncinya adalah memfasilitasi guru dengan suatu metodologi pembelajaran yang dapat menunjang keberhasilan pengembangan pendekatan tematik.

B. Rumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam makalah ini adalah Model pembelajaran tematik yang bagaimana yang dapat secara kondusif menumbuhkembangkan
kecerdasan majemuk peserta didik?

C. Tujuan Penulisan
Secara umum tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengembangkan metodologi quantum teaching dalam pembelajaran tematik sebagai upaya menumbuhkembangkan kecerdasan majemuk peserta didik sekolah dasar.




BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Menurut Slameto (1991 : 24), “belajar diartikan sebagai suatu proses usaha yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dan interaksi dengan lingkungannya.
Pendapat yang hampir sama dikemukakan Morgan yang dikutip Soekamto, Toeti dan Udin Saripudin (1997 : 26), “bahwa belajar didefinisikan sebagai perubahan tingkah laku yang relatif tetap dan terjadi sebagai hasil latihan dan pengalaman
Dari ke dua pendapat tersebut memuat 3 (tiga) unsur yang penting dalam belajar yaitu : 1) belajar adalah perubahan tingkah laku, 2) perubahan tingkah laku terjadi karena latihan atau pengalaman, dan 3) perubahan tersebut harus bersifat relatif permanen dan tetap dalam jangka waktu yang cukup lama.
Menurut Winkel (1996 : 28), “belajar adalah merupakan suatu aktivitas mental psikis yang berlangsung didalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan suatu perubahan dalam pengetahuan, pengalaman, keterampilan, dan nilai. Perubahan itu bersifat relatif, konstan dan berbekas”.
Menurut Surakhmad, Winarno (1997 : 31), “belajar pada hakekatnya adalah kegiatan yang dilakukan oleh seseorang secara sadar, sehingga menghasilkan suatu perubahan tingkah laku pada diri si belajar (orang yang belajar) itu sendiri”. Dari pendapat ini mempertegas bahwa belajar itu merupakan suatu perubahan dalam bentuk sikap dan nilai positif. Selama kegiatan belajar berlangsung terjadi proses interaksi antara sibelajar dengan sumber-sumber belajar. Adapun sumber-sumber belajar dapat berupa manusia maupun bukan manusia. Oleh karena itu, belajar dapat dikatakan sebagai suatu proses yang kompleks bagi si pembelajar, guna menjalani suatu pengalaman edukatif berupa perubahan-perubahan pola tingkah laku tersebut diorganisir untuk mencapai prestasi belajar berdasarkan tujuan pembelajaran yang diharapkan. Dengan demikian belajar dapat diartikan sebagai individu yang mengalami, dan menghayati sesuatu yang aktual. Penghayatan yang diperoleh dari kegiatan belajar tersebut dapat menghasilkan perubahan pada pematangan, pendewasaan pola tingkah laku, sistem nilai dan perbendaharaan pengertian (konsep- konsep) serta kekayaan informasi.
Dalam hasil belajar sering disebut juga prestasi belajar. kata prestasi berasal dari Bahasa Belandaprestati e, kemudian di dalam bahasa Indonesia disebut prestasi, diartikan sebagai hasil usaha. “Prestasi banyak digunakan di dalam berbagai bidang dan diberi pengertian sebagai kemampuan, keterampilan, sikap seseorang dalam menyelesaikan sesuatu” (Arifin, Zaenal, 1999 : 78).
Menurut Djamarah, Syaiful Bahri (1994 : 19), “prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, atau diciptakan secara individu maupun secara kelompok”.
Pendapat ini berarti prestasi tidak akan pernah dihasilkan apabila seseorang tidak melakukan kegiatan. Hasil belajar atau prestasi belajar adalah suatu hasil yang telah dicapai oleh siswa setelah melakukan kegiatan belajar. Oleh karena itu prestasi belajar bukan ukuran, tetapi dapat diukur setelah melakukan kegiatan belajar. Keberhasilan seseorang dalam mengikuti program pembelajaran dapat dilihat dari prestasi belajar seseorang tersebut.
Menurut Gagne (dalam Djamarah, Syaiful Bahri, 1994 : 21), “prestasi belajar
dapat dikelompokkan ke dalam 5 (lima) kategori yaitu :
1) keterampilan intelektual;2) informasi verbal;3) strategi kognitif;4) keterampilan motorik; dan 5) sikap.
Pendapat ini diartikan : Pertama, keterampilan intelektual (intellectual skills). Belajar keterampilan intelektual berarti belajar bagaimana melakukan sesuatu secara intelektual. Ada enam jenis keterampilan intelektual, : 1) diskriminasi-diskriminasi, yaitu kemampuan membuat respons yang berbeda terhadap stimulus yang berbeda pula; 2) konsep-konsep konkret, yaitu kemampuan mengidentifikasi ciri-ciri atau atribut-atribut suatu objek; 3) konsep-konsep terdefinisi, yaitu kemampuan memberikan makna terhadap sekelompok objek-objek, kejadian-kejadian, atau hubungan-hubungan; 4) aturan-aturan, yaitu kemampuan merespons hubungan- hubungan antara objek-objek dan kejadian-kejadian; 5) aturan tingkat tinggi, yaitu kemampuan merespons hubungan-hubungan antara objek-objek dan kejadian- kejadian secara lebih kompleks; 6) memecahkan masalah, yaitu kemampuan memecahkan masalah yang biasanya melibatkan aturan-aturan tingkat tinggi. Kedua,strategi-strategi kognitif (cognitive strategies). Strategi-strategi ini merupakan kemampuan yang mengarahkan prilaku belajar, mengingat, dan berpikir seseorang. Ada lima jenis strategi-strategi kognitif : 1) strategi-strategi menghafal, yaitu strategi belajar yang dilakukan dengan cara menghafal ide-ide dari sebuah teks; 2) strategi- strategi elaborasi, yaitu strategi belajar dengan cara mengaitkan materi yang dipelajari dengan materi lain yang relevan; 3) strategi-strategi pengaturan, yaitu strategi belajar yang dilakukan dengan cara mengelompokkan konsep-konsep agar menjadi kategori- kategori yang bermakna; 4) strategi-strategi pemantauan pemahaman, yaitu strategis belajar yang dilakukan dengan cara memantau proses-proses belajar yang sedang dilakukan; 5) strategi-strategi afektif, yaitu strategi belajar yang dilakukan dengan cara memusatkan dan mempertahankan perhatian. Ketiga, informasi verbal (verbal information). Belajar informasi verbal adalah belajar untuk mengetahui apa yang dipelajari baik yang berbentuk nama-nama objek, fakta-fakta, maupun pengetahuan yang telah disusun dengan baik. Keempat, keterampilan motor (motor skills). Kemahiran ini merupakan kemampuan siswa untuk melakukan sesuatu dengan menggunakan mekanisme otot yang dimiliki. Kelima, sikap (attitudes). Sikap merupakan kemampuan mereaksi secara positif atau negatif terhadap orang, sesuatu, dan situasi.
Prestasi belajar Gagne di atas hampir sejalan dengan pemikiran Bloom. Menurut Bloom (dalam Surya, Mohamad, 1992 41-45), “prestasi belajar yang dicapai oleh siswa dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kawasan, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik”.
Menurut pendapat ini aspek kognitif berkaitan dengan perilaku berpikir, mengetahui, dan memecahkan masalah. Ada enam tingkatan aspek kognitif yang bergerak dari yang sederhana sampai yang kompleks : 1) pengetahuan (knowledge), yaitu kemampuan mengingat materi pelajaran yang sudah dipelajari sebelumnya; 2) pemahaman (comprehension, understanding), seperti menafsirkan, menjelaskan, atau meringkas; 3) penerapan (application), yaitu kemampuan menafsirkan atau menggunakan materi pelajaran yang sudah dipelajari ke dalam situasi baru atau konkret; 4) analisis (analysis), yaitu kemampuan menguraikan atau menjabarkan sesuatu ke dalam komponen-komponen atau bagian-bagian sehingga susunannya dapat dimengerti; 5) sintesis (synthesis), yaitu kemampuan menghimpun bagian- bagian ke dalam suatu keseluruhan; 6) evaluasi (evaluation), yaitu kemampuan menggunakan pengetahuan untuk membuat penilaian terhadap sesuatu berdasarkan kriteria tertentu.
Aspek afektif berkaitan dengan sikap, nilai-nilai, interes, apresiasi, dan penyesuaian perasaan sosial. Aspek ini mempunyai lima tingkatan dari yang sederhana ke yang kompleks : 1) penerimaan (receiving), merupakan kepekaan menerima rangsangan (stimulus) baik berupa situasi maupun gejala; 2) penanggapan (responding), berkaitan dengan reaksi yang diberikan seseorang terhadap stimulus yang datang; 3) penilaian (valuing), berkaitan dengan nilai dan kepercayaan terhadap gejala atau stimulus yang datang; 4) organisasi (organization), yaitu penerimaan terhadap berbagai nilai yang berbeda berdasarkan suatu sistem nilai tertentu yang lebih tinggi; 5) karakteristik nilai (characterization by a value complex), merupakan keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya.
Aspek psikomotor berkaitan dengan keterampilan yang bersifat manual dan motorik. Aspek ini meliputi : 1) persepsi (perception), berkaitan dengan penggunaan indra dalam melakukan kegiatan; 2) kesiapan melakukan pekerjaan (set), berkaitan dengan kesiapan melakukan suatu kegiatan baik secara mental, fisik, maupun emosional; 3) mekanisme (mechanism), berkaitan dengan penampilan respons yang sudah dipelajari; 4) respon terbimbing (guided respons), yaitu mengikuti atau mengulangi perbuatan yang diperintahkan oleh orang lain; 5) kemahiran (complex overt respons), berkaitan dengan gerakan motorik yang terampil; 6) adaptasi (adaptation), berkaitan dengan keterampilan yang sudah berkembang di dalam diri individu sehingga yang bersangkutan mampu memodifikasi pola gerakannya; 7) keaslian (origination), merupakan kemampuan menciptakan pola gerakan baru sesuai dengan situasi yang dihadapi.
Jadi berdasarkan beberapa pengertian di atas hasil belajar atau yang sering disebut prestasi belajar diartikan suatu hasil usaha secara maksimal bagi seseorang dalam menguasai bahan-bahan yang dipelajari atau kegiatan yang dilakukan. Hasil belajar biologi adalah hasil kegiatan belajar setelah siswa mengikuti pembelajaran secara optimal.
Kognitif adalah suatu proses berpikir, yaitu kemampuan individu untuk menghubungkan, menilai dan mempertimbangkan suatu kejadian atau peristiwa. Proses kognitif berhubungan dengan tingkat kecerdasan (intelegansi) yang mencirikan seseorang dengan berbagai minat terutama sekali ditujukan kepada ide- ide dan belajar. Berikut ini, Sujiono, dkk. (2004) memberikan batasan tentang intelegensi atau kognitif menurut beberapa ahli psikologi, seperti menurut Terman, bahwa kognitif adalah kemampuan untuk berpikir secara abstrak, semtara menurut Colvin bahwa kognitif adalah kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan, dan menurut Hunt bahwa kognitif adalah teknik untuk memproses informasi yang disediakan oleh indra.
Mengacu kepada batasan tentang kognitif, maka pada dasarnya kognitif berhubungan erat dengan intelegensi. Dalam hal ini kognitif lebih bersifat pasif atau statis yang merupakan potensi atau daya untuk memahami sesuatu, sedangkan intelegensi lebih bersifat aktif yang merupakan aktualisasi atau perwujudan dari daya atau potensi tersebut yang berupa aktivitas atau perilaku. Dengan demikian, maka kognitif merupakan bagian dari intelegensi. Apabila kognitifnya tinggi, maka intelegensinya tinggi pula.
Menurut Howard Gardner, kecerdasan merupakan kemampuan untuk menyelasaikan suatu masalah atau menciptakan produk yang berharga atau bernilai dalam satu atau lebih latar belakang budaya. Menurutnya setiap anak memiliki kecerdasan majemuk (multiple intellegence). Oleh karena itu, bagi Gardner tidak ada anak yang bodoh atau pintar, yang ada adalah anak yang menonjol dalam salah satu atau beberapa jenis kecerdasan. Dengan demikian, dalam menilai dan menstimulasi kecerdasan anak, guru selayaknya dengan jeli dan cermat merancang sebuah metode khusus. Menurut Gadner delapan kecerdasan yang dimiliki oleh anak, yaitu meliputi
(kecerdasan linguistik), Logic Smart (kecerdasan logika matematika), Body Smart (kecerdasan fisik), Picture Smart (kecerdasan visual spasial), Self Smart (kecerdasan intrapersonal), people Smart (kecerdasan interpesonal), Music smart (kecerdasan musikal), dan Nature Smart (kecerdasan natural). Kedelapan kecerdasan tersebut dapat saja dimiliki individu, hanya saja adalam taraf yang berbeda, selain itu kecerdasan ini juga berdiri sendiri, terkadang bercampur dengan kecerdasan yang lain.
Sesuai dengan karakteristik perkembangan dan cara peserta didik belajar, serta konsep belajar dan pembelajaran bermakna bagi peserta didik kelas awal sekolah dasar, maka kegiatan pembelajaran sebaiknya dilakukan dengan pembelajaran tematik. Inti pembelajaran tematik adalah meniadakan batas-batas antara berbagai bidang studi dan menyajikan materi pelajaran dalam bentuk keseluruhan. Dalam pembelajaran tematik pada dasarnya yang penting bukan hanya cara menyajikan materi pembelajarannya, tetapi juga tujuannya. Dengan kebulatan materi pembelajaran diharapkan pembelajaran mampu mewujudkan peserta didik yang memiliki pribadi yang integrated, yakni manusia yang sesuai dan selaras hidupnya dengan sekitarnya.
Sesuai dengan karakteristik perkembangan peserta didik sekolah dasar kelas rendah, maka melalui makalah ini dikembangkan model pembelajaran tematik yang memfokuskan pada pengembangan kecerdasan majemuk peserta didik. Salah satu upaya pembelajaran yang bernuansakan kecerdasan majemuk akan menjadi lebih bermakna apabila guru memiliki motivasi dan kreatif dalam mengorkestrasi pembelajarannya dengan cara-cara yang ditawarkan oleh quantum teaching, yaitu
”Bawalah Dunia Mereka ke Dunia Kita, dan Antarkan Dunia Kita ke Dunia Mereka”.
Prestasi belajar siswa dipengaruhi oleh berbagai faktor. Slameto (1988 ; 36) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi siswa ada dua faktor yitu :
1) Faktor intern (yang berasal dari dalam diri siswa) yang terdiri dari :
a) Faktor jasmaniah yang meliputi kesehatan dan cacat tubuh.
b) Faktor psikologis yang meliputi intelegensi, perhatian, minat, bakat,
motivasi, kematangan dan kesiapan.
c) Faktor kelelahan
2) Faktor ekstern (yang berasal dari luar diri siswa) yang terdiri dari :
a) Faktor keluarga yang meliputi cara orang tua mendidik hubungan antar anggota keluarga, suasana rumah, kondisi ekonomi keluarga , pengertian orangtua dan latar belakang kebudayaan.
b) Faktor sekolah yang meliputi metode mengajar, kurikulum, hubungan antar guru dengan siswa, disiplin sekolah, alat pengajaran, waktu sekolah, keadaan gedung, metode belajar dan tugas rumah.
c) Faktor masyarakat yang meliputi kegiatan siswa dalam masyarakat,
mass media dan teman bergaul.
Adanya pengaruh intern merupakan hal yang logis dan wajar, sebagai akibat perbuatan belajar adalah perubahan tingkah laku individu yang diniati dan disadarinya. Kebutuhan untuk belajar dan berprestasi membuat siswa harus mengerahkan segala daya upaya untuk mencapainya. Salah satu pengaruh intern tersebut adalah intelgensi. Dalam situasi yang sama, siswa yang berintelgensi tinggi besar kemungkinan lebih berhasil dari siswa yang berintelegensi rendah. Tetapi hal itu belum dapat menjamin. Seperti yang diungkapkan Slameto (1991 : 58) “siswa yang mempunyai tingkat intelegensi yang tinggi belum pasti berhasil dalam belajarnya. Hal ini disebabkan karena belajar adalah suatu proses yang kompleks dengan banyak faktor yang mempengaruhinya”.
Faktor ekstern cukup berpengaruh terhadap keberhasilan belajar, salah satunya adalah kualitas pengajaran. Seperti yang dikemukan Nana Sudjana (1989 : 40), bahwa “salah satu lingkungan belajar yang paling dominan mempengaruhi hasil belajar di sekolah ialah kwalitas pengajaran dalam mencapai tujuan pengajaran. Yang pada hakekatnya hasil belajar tersirat dalam tujuan pengajaran”.
Hal lain yang berhubungan dengan keberhasilan belajar adalah pengalaman. Dalam teori belajar Gestalt yang dikemukan oleh Nasution (1986 : 76) bahwa “belajar akan memberi hasil yang sebaik-baiknya bila didasarkan pada pengalaman, karena pengalaman ialah suatu interaksi, yaitu aksi dan reaksi antara individu dengan lingkungannya”.
Selain faktor-faktor di atas, waktu dan kesiapan belajarpun mempunyai andil dalam keberhasilan belajar. Seperti yang diungkapkan Carrol dalam Makmun, Abdin Syamsudin, (1987 : 19) bahwa “setiap siswa pada dasarnya kalau diberi kesempatan belajar dengan mempergunakan waktu sesuai dengan yang diperlukannya mungkin dapat mencapai taraf penguasaan serperti yang dicapai rekannya”. Dan salah satu penyebab kesulitan belajar ialah cukup tidaknya waktu serta tepat tidaknya penggunaan waktu tersebut untuk belajar.
Di sisi lain peran guru juga merupakan penentu dalam keberhasilan belajar siswa. Mengajar sebagai salah satu tugas yang harus dilaksanakan guru tidak hanya mencakup pemberian materi pelajaran tetapi juga harus mampu membimbing kegiatan siswa dan mengatur serta mengorganisasikan lingkungan yang ada di sekitar siswa, sehingga dapat mendorong dan menumbuhkan siswa melakukan kegiatan belajar.
Ada pendapat yang menyatakan bahwa “kegagalan guru dalam menjalankan tugasnya dikarenakan mereka tidak mampu menyadari dan mewujudkan prinsip bahwa proses belajar secara fundamental adalah proses kejiwaan yang sangat penuh dengan larutan emosi” (Winarno, Surakhmad 1997 : 69). Jadi belajar bukan kegiatan yang terbatas pada segi kognitif tetapi juga segi afektif atau emosi. Seorang siswa yang emosinya sedang terganggu tidak dapat belajar dengan baik. Hal ini disebabkan karena tidak dapat berkonsentrasi terhadap pelajaran yang sedang dihadapinya oleh karena itu diperlukan adanya motivasi yang dapat menumbuhkan keinginan siswa untuk tetap belajar samapai siswa menyadari bahwa yang dipelajarinya itu berguna. Tugas guru adalah menumbuhkan motivasi siswa dalam belajar tumbuh. Selain memberikan motivasi, guru juga harus mempunyai keterampilan lain, yaitu dapat membuat kombinasi yang baik antara waktu, materi pelajaran dan metode mengajar yang digunakan.


BAB III
PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN TEMATIK


A. Perencanaan Pengembangan Model Pembelajaran
Langkah-langkah yang ditempuh dalam perencanaan pengembangan model pembelajaran ini adalah (a) analisis kurikulum, (b) pengembangan program, (c) menyusun silabus, dan (d) uji kelayakan terbatas.
B. Tahap Pengembangan Model Pembelajaran
Langkah ini menurut Borg dan Gall (1979) merupakan langkah uji coba utama dan uji coba operasional. Langkah pengembangan ini dilakukan melalui beberapa siklus dengan mengikuti paradigma prosedur penelitian tindakan. Adapun aspek-aspek yang diteliti pada tahap pengembangan ini meliputi (1) perencanaan pembelajaran, (2) implementasi perencanaan pembelajaran, yang meliputi aktivitas guru dan peserta didik, dan (3) hasil belajar.













BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian hasil penelitian dan pembahasan sebagaimana dikemukakan pada bab empat, maka kesimpulan hasil penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Sebelum pengembangan model pembelajaran tematik dengan rancangan
quantum teaching, guru dalam melaksanakan pembelajaran tematik masih sesuai
jadwal pelajaran yang ada. Dengan demikian, maka kondisi pelaksanaan pembelajaran tematik masih bersifat fragmentaris, dan terkotak-kotak berdasarkan bidang studi. Di samping itu, pembelajaran belum diarahkan untuk menstimuli kecerdasan majemuk peserta didik.
2. Salah satu ciri pengembangan pembelajaran tematik dengan rancangan skenario
quantum teaching dapat dilihat dari langkah-langkah pembelajaran yang meliputi
Tumbuhkan, Alami, Namai, Demonstrasikan, Ulangi, dan Rayakan (TANDUR). Dengan langkah-langkah tersebut ternyata pembelajaran menjadi kondusif dalam menstimuli perkembangan kecerdasan majemuk peserta didik sekolah dasar. Hal ini bersamaan dengan meningkatnya pemahaman dan kinerja guru dalam melaksanakan pembelajaran tematik dengan rancangan skenarioquantim teaching yang fokusnya pada upaya menumbuhkembangkan kecerdasan majemuk
3. Model pembelajaran tematik dengan rancangan skenario quantum teaching merupakan produk dari penelitian ini, ternyata cukup kondusif dalam menumbuhkembangkan kecerdasan majemuk peserta didik. Perkembangan setiap aspek kecerdasan majemuk peserta didik mengalami peningkatan yang berarti, yaitu rata rata skor hasil asesmen selama dan setelah pembelajaran tematik
B. Saran
Implementasi model pembelajaran tematik dengan rancangan skenario
quantum teaching ini memerlukan adanya dedikasi yang tinggi dari pihak guru.
Selain itu, yang tidak kalah pentingnya dalam melaksanakan model pembelajaran ini yaitu sangat membutuhkan adanya kreativitas guru. Kreativitas guru yang diperlukan, di antaranya (a) kreatif dalam memilih tema dan topik yang harus dikaitkan dengan kebutuhan perkembangan dan minat peserta didik, dalam hal ini terkait dengan kreatif dalam memilih bahan ajar yang relevan dengan tema dan topik tersebut, (b) kreatif dalam membuat variasi keterpaduan baik intra maupun antarbidang studi, (c) kreatif dalam mengelola kelas, dan (d) kreativitas dalam menciptakan aktivitas belajar yang bermakna sehingga dapat menumbuhkembangkan kecerdasan majemuk peserta didik.





















DAFTAR BACAAN

Ahmadi, Abu dan Joko Tri Parasetyo. (1997). Strategi Belajar Mengajar. Bandung:
Pustaka Setia.
Arifin, Zaenal. (1999). Evaluasi Instruksional. Bandung : PT. Rosdakarya,1999.
20
Azwar, Syaifuddin. (1998). Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Djamarah, Syaiful Bahri dan aswan Zain.(2002). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta:
PT. Rineka Cipta.
Hamalik, Oemar.(2003). Proses Belajar Menagajar. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Purwanto, Ngalim.(1995). Ilmu Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Syah, Muhibbin. (1995). Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung :
PT. Remaja Rosdakarya.
Winkel. (1996). Psikologi Pengajaran. Jakarta : Gramedia Widia Sarana Indonesi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar