Jumat, 15 Juli 2011

MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN KOGNITIF DAN KEMANDIRIAN BELAJAR ANAK USIA TK

             Usia anak TK sering disebut dengan usia emas (golden age) oleh karena itu proses pembelajaran pada anak usia ini hendaknya dilakukan dengan tujuan memberikan konsep-konsep dasar yang memiliki kebermaknaan bagi si anak melalui pengalaman nyata ( Yuliani, Nurani, S., 2003:1). Melalui pengalaman nyata itu akan memungkinkan anak untuk melanjutkan aktifitas dan rasa ingin tahu (curiosity) secara optimal dan menempatkan posisi guru sebagai pendamping, pembimbing, serta fasilittor bagi anak. Proses pendidikan seperti ini dapat menghindari bentuk pembelajaran yang hanya berorientasi pada kehendak guru yang menempatkan anak secara pasif dan guru menjadi dominan.
          Anak yang dimaksud adalah kelompok anak berusia 4 – 6 tahun yang sedang dalam masa pertumbuhan dan perkembangan fisik maupun psikis. Pada hakikatnya anak adalah seorang manusia atau individu yang memiliki pola perkembangan tertentu dan kebutuhan yang berbeda dengan orang dewasa. Sedangkan ahli psikologi menganggap bahwa anak sebagai manusia kecil yang memiliki potensi, tingkah laku dan karakteristik tertentu dank has yang tidak sama dengan orang dewasa dan harus dikembangkan sehingga ia nanti akan berkembang menjadi manusia dewasa yang mandiri dan bertanggungjawab terhadap dirinya sendiri, keluarga dan masyarakat dimana ia berada.
Taman Kanak-Kanak (TK) adalah salah satu bentuk pendidikan jalur formal yang menyediakan program pendidikan dini bagi anak usia empat tahun sampai enam tahun sebelum memasuki pendidikan dasar (Undang-undang No. 20 tahun 2003). Perkembangan kecerdasan pada masa ini mengalami peningkatan dari 50% menjadi 80%. Selain itu berdasarkan penelitian/ kajian yang dilakukan oleh Pusat Kurikulum, Balitbang Diknas tahun 1999 menunjukkan hampir pada seluruh aspek perkembangan anak yang masuk TK mempunyai kemampuan lebih tinggi daripada anak yang tidak masuk TK di kelas I SD.
Usia 4 – 6 tahun merupakan masa peka bagi anak, anak mulai sensitif untuk menerima berbagai upaya perkembangan seluruh potensi anak. Masa peka adalah masa terjadinya pematangan fungsi fisik dan pskis yang siap merespon stimulasi yang diberikan lingkungan. Masa ini merupakan masa untuk meletakkan dasar pertama dalam mengembangkan kemampuan fisik, kognitif, bahasa, sosial emosional, konsep diri, kedisiplinan, kemandirian, seni, moral dan nilai-nilai agama. Oleh sebab itu dibutuhkan kondisi dan stimulasi yang sesuai dengan kebutuhan anak agar pertumbuhan dan perkembangan anak tercapai secara optimal.
Program pembelajaran dalam kurikulum TK/RA memadukan aspek-aspek perkembangan anak didik secara utuh, yang mencakup bidang pengembangan pembiasaan dan bidang pengembangan kemampuan dasar (Depdiknas, 2006:4). Bidang pengembagan pembiasaan merupakan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus yang ada dalam kehidupan sehari-hari anak sehingga menjadi kebiasaan yang baik. Sedangkan bidang kemampuan dasar merupakan kegiatan yang dipersiapkan oleh guru untuk meningkatkan kemampuan dan kreativitas sesuai dengan tahap perkembangan anak. Bidang pengembangan kemampuan dasar tersebut meliputi aspek perkembangan berbahasa, kognitif, fisik motorik dan seni.

1.        Kemampuan Kognitif
                 Salah satu bidang pengembangan  kemampuan dasar yang berhubungan dengan integensi anak adalah aspek perkembangan kognitif. Kognitif lebih bersifat pasif atau statis yang merupakan potensi atau daya untuk memahami sesuatu sedangkan intelegensi lebih bersifat aktif yang merupakan aktualisasi atau perwujudan dari daya atau potensi tersebut yang berupa aktivitas atau perilaku.  Perkembangan kemampuan kognitif adalah suatu proses berpikir berupa kemampuan untuk menghubungkan, menilai dan mempertimbangkan sesuatu. Dapat juga dimaknai sebagai kemampuan untuk memecahkan masalah atau untuk mencipta karya yang dihargai dalam suatu kebudayaan.
                 Menurut Yuliani Nurani S., (2005:1.2), apabila dilihat dari peristilahan yang sering ditukarpakaikan maka pada dasarnya istilah intelektual adalah sama pengertiannya dengan kognitif. Pada pembahasan berikutnyakedua istilah akan digunakan secara bergantian sesuai konteks kalimatnya dan pendapat para ahli yang mendefinisikan tentang hal tersebut.
              Potensi kognitif ditentukan pada saat konsepsi (pembuahan) namun terwujud atau tidaknya potensi kognitif tergantung dari lingkungan dan kesempatan yang diberikan. Potensi kognitif yang dibawa sejak lahir atau merupakan factor keturunan yang akan menentukan batas perkembangan tingkat intelegensi (batas maksimal). Kognitif adalah suatu proses berpikir, yaitu kemampuan individu untuk menghubungkan, menilai dan mempertimbangkan suatu kejadian atau peristiwa.
a.    Perkembangan kemampuan kognitif
     Proses kognitif berhubungan dengan tingkat kecerdasan (integensi) yang mencirikan seseorang dengan berbagai minat terutama sekali ditujukan kepada ide-ide dan belajar. Perkembangan kemampuan kognitif merupakan perwujudan dari kemampuan primer, antara lain :
1)        Kemampuan berbahasa (verbal comprehension)
2)        Kemampuan mengingat (memory)
3)        Kemampuan nalar atau berpikir logis (reasoning)
4)        Kemampuan tilikan ruang (spatial factor)
5)        Kemampuan bilangan (numerical ability)
6)        Kemampuan menggunakan kata-kata (word fluency)
7)        Kemampuan mengamati dengan cepat dan cermat (perceptual speed)

b.   Definisi kognitif
     Beberapa ahli psikologi yang berkecimpung dalam bidang pendidikan mendefinisikan intelektual kognitif dengan berbagai peristilahan:
1)        Terman mendefinisikan bahwa kognitif adalah kemampuan untuk berpikir secara abstrak.
2)        Colvin mendefinisikan bahwa kognitif adalah kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan.
3)        Herman mendefinisikan bahwa kognitif adalah intelektual ditambah dengan pengetahuan.
4)        Hunt mendefinisikan bahwa kognitif adalah teknik untuk memproses informasi yang disediakan oleh indra. (Yuliani Nurani S., 2006:1.4)
                   Anak usia 4 – 6 tahun sudah mulai diajarkan angka di sekolah. Konsep-konsep yang diajarkan berupa pengenalan angka, pengertian angka, dan pemahaman angka dari 1 – 20, dan belum pada pengenalan serta pemahaman angka yang lebih besar dari itu. Semua sudah tercantum dalam kurikulum yang ada di sekolah.
                   Hal yang mendasar yang harus diketahui guru dalam rangka mengembangkan kemampuan kognitif anak adalah tentu saja mengetahui perkembangan kognitif anak. Dengan mengetahui tahapan perkembangan anak dalam area kognitifnya, guru akan dapat mengembangkan metode-metode pembelajaran yang paling tepat bagi anak. Anak akan dapat mengembangkan potensinya seluas mungkin tanpa ada rasa paksaan atau tekanan yang berlebihan. (Hildayani, 2007:9.1)
                   Pengembangan kognitif bertujuan mengembangkan kemampuan berpikir anak untuk dapat mengolah belajarnya, dapat menemukan bermacam-macam alternative pemecahan masalah, membantu anak untuk mengembangkan kemampuan logika matematikanya dan pengetahuan akan ruang dan waktu, serta mempunyai kemampuan untuk memilih-milih, mengelompokkan serta mempersiapkan pengembangan kemampuan berpikir teliti.
                   Anak-anak yang berada pada rentang usia 3 – 6 tahun memasuki awal kanak-kanak atau early childhood. Pada masa ini, intelektual anak berkembang amat pesat. Aspek-aspek perkembangan yang bisa dilihat pada anak usia ini adalah Perkembangan Memori, Perkembangan Kognitif Piaget, dan Perkembangan Bahasa Anak. (Hildayani, 2007:9.9).

c.    Fase perkembangan kognitif anak usia Taman Kanak-Kanak
                   Fase-fase perkembangan kognitif anak usia Taman Kanak-kanak berada pada fase praopersional yang mencakup tiga aspek, yaitu:
1)        Berpikir Simbolik
      Aspek berpikir simbolik yaitu kemampuan untuk berpikir tentang objek dan peristiwa  walaupun objek  dan   peristiwa tersebut  tidak  hadir secara   fisik (nyata) di hadapan anak.

2)        Berpikir Egosentris
       Aspek berpikir secara egosentris yaitu cara berpikir tentang benar atau tidak benar, setuju atau tidak setuju berdasarkan sudut pandang sendiri. Oleh karena itu anak belum dapat meletakkan cara pandangnya di sudut pandang orang lain.
3)        Berpikir Intuitif
       Fase berpikir secara intuitf yaitu kemampuan untuk menciptakan sesuatu, seperti menggambar atau menyusun balok, akan tetapi tidak mengetahui dengan pasti alasan untuk melakukannya.

d.   Ciri perilaku kognitif
            Adapun ciri-ciri perilaku kognitif pada anak antara lain :
1)        Berpikir lancar
       Yaitu menghasilkan banyak gagasan atau jawaban yang relevan dan arus pemikiran lancar.
2)        Berpikir luwes
       Yaitu menghasilkan gagasan-gagasan yang beragam, mampu megubah cara atau pendekatan dan arah pemikiran yang berbeda-beda.
3)        Berpikir orisional
       Yaitu memberikan jawaban yang tidak lazim atau lain dari yang jarang diberikan kebanyak orang lain.
4)        Berpikir terperinci (elaborasi)
       Yaitu mengembangkan, menambah, memperkaya suatu gagasan, memperinci detail-detail dan memperluas suatu gagasan.

e.    Tahapan perkembangan kognitif
                        Piaget membagi 4 tingkat perkembangan kemampuan otak untuk berpikir mengembangkan pengetahuan (kognitif), yaitu tahapan sensori motorik, pra operasional konkrit, operasional konkrit, dan operasional formal. Anak Taman Kanak-Kanak berada pada tahapan pra operasional karena anak telah menggunakan logika pada tempatnya. Tahapan ini dapat dijelaskan sebagai berikut :
1)        Pada tahap ini anak mengembangkan kemampuan untuk mengorganisasikan serta mempersepsikan dengan gerakan-gerakan dan tindakan-tindakan fisik. Dalam kenyataannya, pra opersional adalah kemampuan anak untuk mengantisipasi pengaruh dari satu kejadian dalam kejadian yang lain.
2)        Perkembangan pra operasional anak, memungkinkan anak berpikir dan menyinpulkan eksistensi sebuah benda atau kejadian tertentu walaupun benda atau kejadian itu berada di luar pandangan, pendengaran atau jangkauan tangannya.
3)        Anak mengerti bahwa perubahan dalam satu factor disebabkan oleh perubahan dalam factor lain. Misalnya dua buah gelas yang berkapasitas sama tetapi berbeda bentuk dituangi air dengan jumlah yang sama maka anak akan cenderung menebak isi gelas yang pendek, karena anak hanya mampu melihat pada ketinggian pada gelas air yang tinggi tanpa memperhitungkan kuantitas atau volume yang sama pada gelas yang pendek tetapi besar.
4)        Pada tahap ini anak memiliki angan-angan karena ia berpikir secara intuitif yakni berpikir dengan berdasarkan ilham.

f.     Cara anak membangun pengetahuan
     Menurut Piaget dalam Depdiknas (2007:4) mengidentifikasikan tiga tahapan proses membangun pengetahuan sebagai berikut :
1)        Asimilasi
       Asimilasi berkaitan dengan proses penyerapan informasi baru ke dalam informasi yang telah ada di dalam skema (struktur kognitif) anak.
2)        Akomodasi
       Akomodasi adalah proses menyatukan informasi baru dengan informasi yang telah ada di dalam skema sehingga perpaduan antara informasi tersebut memperluas skemata anak.

3)        Ekuilibrium
       Ekuilibrium berkaitan dengan usaha anak untuk mengatasi konflik yang terjadi dalam dirinya pada waktu ia menghadapi suatu masalah. Untuk memecahkan masalah tersebut ia menyeimbangkan informasi yang baru yang berkaitan dengan masalah yang dihadapinya dengan informasi yang telah ada di dalam skematanya secara dinamis. Sebagai contoh pada waktu anak diberi buah lain berkulit maka anak akan menyeimbangkan pengetahuannya tentang jeruk dengan cara-cara yang harus dilakukannya agar buah tersebut dapat dimakan.


g.    Klasifikasi pengembangan kognitif
                        Untuk mempermudah guru dan orang dewasa lainnyadalam menstimulasi kemampuan kognitif anak agar tercapai optimalisasi potensi pada masing-masing anak, maka diperlukan pengklasifikasian pengembangan kognitif. Lebih jelasnya dapat diuraikan sebagai berikut :
1)        Pengembangan Auditory (PA)
       Kemampuan ini berhubungan dengan bunyi atau indra pendengaran anak. Kemampuan yang dikembangkan antara lain, mendengarkan atau menirukan bunyi yang didengar sehari-hari, mendengarkan nyanyian atau syair dengan baik, mengikuti perintah lisan sederhana, mendengarkan cerita dengan baik, mengungkapkan kembali cerita sederhana, menebak lagu atau apresiasi music, mengikuti dengan bertepuk, mengetahui asal suara dan mengetahui nama benda yang dibunyikan.
2)        Pengembangan Visual (PV)
       Kemampuan ini berhubungan dengan penglihatan, pengamatan, perhatian, tanggapan, dan persepsi anak terhadap lingkungan sekitar. Kemampuan yang dikembangkan, antara lain, mengenali benda-benda sehari-hari, mengembangkan benda-benda dari yang sederhana menuju yang lebih kompleks, mengetahui benda dari ukuran, bentuk, atau dari warnanya, mengetahui adanya benda yang hilang apabila ditunjukkan sebuah gambar yang belum sempurna atau janggal, menjawab pertanyaan sebuah gambar seri dan atau lainnya, menyusun potongan teka-teki dari yang sederhana sampai ke yang lebih rumit, mengenali namanya sendiri bila tertulis dan mengenali huruf dan angka.
3)        Pengembangan Taktil (PT)
       Kemampuan ini berhubungan dengan pengembangan tekstur (indra peraba). Kemampuan yang dikembangkan, antara lain: mengembangkan akan indra sentuhan, mengembangkan kesadaran akan berbagai tekstur, mengembangkan kosa kata untuk menggambarkan berbagai tekstur seperti tebal-tipis, halus-kasar, panas-dingin, dan tekstur kontras lainnya, bermain bak pasir, bermain air, bermain dengan plastisin, menebak dan meraba tubuh teman, meraba dengan kertas ampals, meremas kertas Koran dan meraup biji-bijian.
4)        Pengembangan Kinestetik (PK)
       Kemampuan yang berhubungan dengan kelancaran gerak tangan/ketrampilan tangan atau motorik halus yang mempengaruhi perkembangan kognitif. Kemampuan yang dikembangkan antara lain : fingerpainting dengan tepung kanji, menjiplak huruf-huruf geometri, melukis dengan cat air, mewarnai dengan sederhana, menjahit dengan sederhana, merobek kertas Koran, menciptakan bentuk-bentuk dengan balok, mewarnai gambar, membuat gambar sendiri dengan berbagai media, menjiplak bentuk lingkaran, bujursangkar, segitiga, segiempat, persegipanjang, memegang dan menguasai sebatang pensil, menyusun atau menggabungkan potongan gambar atau teka-teki dalam bentuk sederhana mampu menggunakan gunting dengan baik, dan mampu menulis.
5)        Pengembangan Aritmatika (PA)
       Kemampuan aritmatika berhubungan dengan kemampuan yang diarahkan untuk kemampuan berhitung atau konsep berhitung permulaan. Kemampuan yang dikembangkan, antara lain: membilang angka, menyebut urutan bilangan, menghitung benda, mengenali himpunan dengan nilai bilangan berbeda, memberi  nilai bilangan pada suatu himpunan dengan nilai bilangan berbeda, memberi  nilai bilangan pada suatu himpunan benda, mengerjakan atau menyelesaikan operasi penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian dengan menggunakan konsep dari kongkrit ke abstrak, menghubungkan konsep bilangan dengan lambing bilangan, dan menciptakan bentuk benda sesuai dengan konsep bilangan. Dalam prakteknya, dapat diterapkan dengan :
a)         Menggunakan konsep waktu, misalnya: hari ini.
b)        Menyatakan waktu dengan jam.
c)         Mengurutkan lima sampai dengan sepuluh benda berdasarkan urutan tinggi besar.
d)        Mengenal penambahan dan pengurangan.
6)        Pengembangan Geometri (PG)
            Kemampuan geometri berhubungan dengan pengembangan konsep bentuk dan ukuran. Kemampuan yang dikembangkan, antara lain :
a)         Memilih benda menurut warna, bentuk dan ukuran.
b)        Mencocokkan benda menurut warna, bentuk dan ukuran.
c)         Membandingkan benda menurut ukuran besar-kecil, panjang-lebar, tinggi-rendah.
d)        Mengukur benda secara sederhana.
e)         Mengerti dan menggunakan bahasa ukuran, seperti besar-kecil, tinggi-rendah, panjang-pendek, dan sebagainya.
f)         Menciptakan bentuk dari kepingan geometri.
g)        Menyebut benda-benda yang ada di kelas sesuai dengan bentuk geometri.
h)        Mencontoh bentuk-bentuk geometri.
i)          Menyebut, menunjuk, dan mengelompokkan lingkaran, segitiga, dan segiempat.
j)          Menyusun menara dari delapan kubus.
k)        Mengenal ukuran panjang, berat, dan isi.
l)          Meniru pola dengan empat kubus.
7)        Pengembangan Sains Permulaan (SP)
       Kemampuan sains permulaan berhubungan dengan berbagai percobaan atau demonstrasi sebagai suatu pendekatan secara sainstific atau logis tetapi tetap dengan mempertimbangkan tahapan berpikir anak.
Adapun kemampuan yang akan dikembangkan antara lain :
a)                   Mengeksplorasi berbagai benda yang ada di sekitar.
b)                  Mengadakan berbagai percobaan sederhana.
c)                   Mengkomunikasikasikan apa yang telah diamati dan diteliti.

h.    Prinsip pengembangan kognitif di Taman Kanak-Kanak
     Agar pelaksanaan bidang pengembangan kognitif di Taman Kanak-kanak dapat mencapai kompetensi dasar yang telah ditentukan, hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut :
1)   Memberikan kesempatan kepada anak untuk menghubungkan pengetahuan yang sudah diketahui dengan pengetahuan yang baru diperolehnya. Misalnya: mengenai konsep bilangan 1-10 dengan menghubungkan lambang bilangan.
2)        Dalam memberikan kegiatan pengembangan kognitif, terutama untuk kegiatan persiapan pengenalan konsep bilangan, hendaknya guru memperhatikan masa peka.
3)        Untuk mencapai kemampuan pengembangan kognitif tidak semua dilaksanakan sekaligus dalam satu kegiatan, akan tetapi dapat dilakukan secara bertahap dengan keadaan dan tingkat perkembangan anak.
4)        Dalam memberikan kegiatan pengembangan kognitif hendaknya mengacu pada kompetensi yang hendak dicapai dan sedapat mungkin dikaitkan dengan tema yang akan dibahas.
5)        Pelaksanaan pengembangan kognitif dapat digunakan bermacam-macam metode yang sesuai dengan kompetensi yang hendak dicapai.
6)        Pelaksanaan pengembangan kognitif didasarkan terjawabnya pertanyaan “apa” dan “mengapa” tentang segala sesuatu yang ada di sekitar anak. Jika pada anak sudah timbul pertnyaan semacam tersebut, maka pada masa itu anak sudah mampu untuk menerima penjelasan.
7)        Memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sarana dan sumber belajar.
8)        Memberi kesempatan kepada anak untuk mengeksplorasikan pengamatan yang didapat secara lisan atau dengan kreasi menciptakan bentuk dari kegiatan bentuk-bentuk geometri dan membentuk dengan tanah liat.
9)        Kegiatan-kegiatan yang diberikan hendaknya merupakan pengetahuan yang obyektif dan sesuai dengan kenyataan.

2.             Kemandirian Belajar
a.    Pengertian Kemandirian Belajar
                 Proses belajar adalah proses perubahan tingkah laku individu. Salah satu usaha untuk meningkatkan perubahan tingkah laku tersebut adalah dengan kemandirian belajar (belajar mandiri).Istilah belajar mandiri sering dikaitkan dengan sistem pendidikan terbuka, karena pada umumnya system pendidikan terbuka menerapkan konsep belajar mandiri. Istilah ini digunakan untuk membedakannya dengan konsep belajar pada umumnya yang tergantung pada kendali dan arahan guru. Belajar mandiri sebagai proses belajar di mana setiap individu dapat mendiagnosa kebutuhan belajar, merumuskan tujuan belajar, mengidentifikasi sumber-sumber belajar baik berupa orang maupun bahan), memilih dan menerapkan strategi belajar yang sesuai bagi dirinya, serta mengevaluasi hasil belajarnya.
                 Menurut Nuryoto (1993:48) Individu yang memiliki kemandirian kuat, akan mampu bertanggungjawab, berani menghadapi masalah dan resiko serta tidak terpengaruh atau tergantung kepada orang lain. Menurut Utomo (1990:108) Kemandirian memiliki kecenderungan bebas berpendapat. Jadi kemandirian adalah suatu kecenderungan menggunakan kemampuan diri sendiri untuk menyelesaikan masalahan secara bebas, progresif, penuh inisiatif, dan bertanggungjawab.
                 Pendapat lain tentang belajar mandiri, Cyril Kesten dalam Marjohan (2008:7), mendefinisikan belajar mandiri sebagai suatu bentuk belajar dimana pebelajar (dalam hubungannya dengan orang lain) dapat membuat keputusan-keputusan penting yang sesuai dengan kebutuhan belajarnya sendiri. Menurut Dodds dalam Marjohan (2008:7), menjelaskan bahwa : “Konsep belajar mandiri menggambarkan adanya kendali belajar serta penentuan waktu dan tempat belajar yang berada pada diri siswa yang belajar. Dalam sistem belajar mandiri, siswa tidak harus belajar sendiri-sendiri atau sendirian. Siswa yang belajar mandiri tidak berarti harus terlepas sama sekali dengan pihak lain.            Dalam belajar mandiri, siswa selain belajar secara individual bisa juga secara berkelompok dengan siswa lain. Bahkan dalam hal-hal tertentu dimungkinkan pula untuk meminta bantuan guru, tutor, atau pihak lain yang dianggap bisa membantu. Belajar mandiri adalah kegiatan belajar aktif, yang didorong oleh niat atau motif untuk menguasai sesuatu kompetensi guna mengatasi masalah, dan dibangun dengan bekal pengetahuan atau kompetensi yang dimiliki.
                 Berdasarkan penjelasan di atas, tampak kata kunci dalam belajar mandiri yaitu inisiatif, tanggungjawab dan otonomi dari siswa untuk proaktif dalam mengelola proses kegiatan belajarnya. Dalam belajar, siswa tidak terus menerus menggantungkan bantuan, pengawasan dan pengarahan orang lain (guru/ orang tua).

b.   Ciri-ciri Kemandirian Belajar
     Menurut Sadiman (1980:105) mengemukakan ciri-ciri kemandirian antara lain sebagai berikut :
a.         Adanya kecenderungan untuk berpendapat, berperilaku, dan bertindak atas kehendak sendiri untuk menyelesaikan masalah secara bebas serta tidak tergantung pada orang lain.
b.        Mempunyai keinginan yang kuat untuk mencapai suatu tujuan.
c.         Berusaha dengan ulet dan tekun untuk mewujudkan harapannya.
d.        Mampu berfikir dan bertindak secara kreatif penuh inisiatif dan tidak sekedar meniru.
e.         Mempunyai kecenderungan untuk meraih sesuatu sendiri tanpa bantuan orang lain.
f.         Dalam menghadapi masalah mencoba menyelesaikan sendiri tanpa bantuan orang lain.
g.        Mampu menentukan sendiri tentang sesuatu yang harus diselesaikan tanpa mengharapkan bantuan dari orang lain.
     Menurut Watson dan Lindgren dalam Sartini Nuryoto (1993:49) yang menyatakan bahwa tingkah laku mandiri meliputi pengambilan inisiatif, mengatasi hambatan, melakukan sesuatu dengan tepat, gigih dalam usahanya dan melakukan sesuatu sendiri tanpa bantuan orang lain.
            Dalam hal ini, guru bertugas memotivasi anak agar tumbuh niat belajar pada diri anak dengan cara membuat suasana hati anak menjadi senang/ gembira sehingga anak tertarik untuk belajar.

c.    Indikator Kemandirian Belajar
     Berdasarkan pendapat-pendapat tentang kemandirian belajar tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa indikator kemandirian belajar yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut :
a.    Tidak tergantung kepada orang lain.
b.    Ada dorongan untuk maju.
c.    Kesadaran diri untuk berbuat sesuatu.
d.   Menyadari kewajiban diri.
e.    Memiliki kepercayaan diri.

d.   Faktor yang mempengaruhi kemandirian belajar
     Ada beberapa factor yang mempengaruhi kemandirian belajar anak didik, antara lain :
1)        Ketersediaan sumber informasi
       Ketersediaan sumber informasi diperlukan karena proses pembelajaran mandiri sangat mungkin mendorong  anak didik mencari informasi baru.
2)        Ketersediaan pembantu belajar, bisa keluarga, kawan atau guru. Ketersediaan narasumber, baik di rumah, di sekolahm maupun di lingkungan masyarakat juga diperlukan. Ketersediaan mereka dibutuhkan sebagai tempat bertanya, atau tempat mengkomunikasikan pikiran baru, temuan baru, atau kompetensi baru.
3)        Ketersediaan suasana lingkungan yang kondusif bagi kemandirian belajar, utamanya di rumah dan sekolah, sebagai tempat untuk menumbuhkan ketrampilan belajar mandiri. Suasana lingkungan ini dapat berupa ruang belajar di rumah yang memberikan rasa tenang. Suasana kelas yang sehat baik secara fisik (ruangan yang baik, ventilasi, keluasan, kelengkapan dan penerangannya), maupun secara mental ( keakraban, kerjasama, ataupun sikap akademiknya) sangat menunjang kemandirian belajar.
4)        Lingkungan rumah cukup dominan untuk menentukan atas kemandirian belajar anak. Faktor tingkat pendidikan orangtua dan sikap peduli atau tidak hanya menyerahkan urusan pendidikan anak kepada sekolah semata adalah factor pendukung di samping factor lain. Bimbingan orang tua untuk melatih anak dalam memanfaatkan waktu akan membantu anak terbiasa memanfaatkan waktu dengan baik.
5)        Lingkungan sekolah
       Kondisi sekolah dan system pengajaran yang sesuai dengan kebutuhan anak akan mendorong anak untuk berbuat yang selalu terarah (tidak semaunya sendiri) jauh dari sikap masa bodoh, karena anak didik tahu tujuan belajar dan penyampaian materi oleh guru yang menarik. Dari tiga aspek yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik yang dikembangkan terhadap anak melalui proses belajar mengajar secara berimbang akan mendukung kemandirian belajar anak.

               Belajar yang didasarkan pada kemampuan keras, gigih dalam berusaha dan melakukan sesuatu tanpa bantuan orang lain akan mendorong tercapainya perkembangan kemampuan kognitif dengan baik, siswa yang menunjukkan usaha yang kuat selalu dapat menyelesaikan setiap perbuatan yang dihadapinya dengan tuntas dan cenderung untuk selalu berhasil dengan baik dalam menyelesaikan tugasnya.
               Dengan kemandirian belajar, perkembangan kemampuan kognitif akan meningkat, prestasi belajar akan meningkat. Dengan kemandirian belajar yang kuat anak mampu bertanggungjawab, berani menghadapi masalah, dengan bertanggungjawab diharapkan perkembangan kemampuan kognitif dapat dicapai dengan sebaik-baiknya. Jika guru dalam menyampaikan materi pengajaran memberikan kebebasan untuk belajar dengan fasilitas yang diperlukan siswa dan siswa sudah berani untuk mengerjakan sendiri tanpa harus ditunggui orang tua / pengantar, maka diharapkan dapat meningkatkan perkembangan kemampuan kognitif anak.

Pengertian belajar mandiri yang lebih terinci sebagai berikut:
a.    Setiap anak berusaha meningkatkan tanggung jawab untuk mengambil berbagai keputusan dalam usaha belajarnya.
b.    Belajar mandiri dipandang sebagai suatu sifat yang sudah ada pada setiap orang dan situasi pembelajaran.
c.    Belajar mandiri bukan berarti memisahkan diri dengan orang lain.
d.   Dengan belajar mandiri, anak dapat mentransfer hasil belajarnya yang berupa pengetahuan dan keterampilan ke dalam situasi yang lain.
e.    Anak yang melakukan belajar mandiri dapat melibatkan berbagai sumber daya dan aktivitas, seperti: bermain sendiri, belajar kelompok, latihan-latihan, bersosialisasi sensiri dengan teman tanpa ditunggui orang tua.
f.     Peran efektif guru dalam belajar mandiri masih dimungkinkan, seperti dialog dengan anak, pencarian sumber, mengevaluasi hasil, dan memberi gagasan-gagasan kreatif.
          Orangtua dan guru sebagai pendidik memberikan kebebasan yang bertanggungjawab kepada anak. Anak akan menirukan perilaku kedua orangtuanya dan gurunya. Dengan kemandirian, anak akan lebih mudah distimulasikan perkembangan aspek-aspek kecerdasan lainnya (multiple intelligences).
          Dalam usia prasekolah, anak-anak umumnya cepat bosan pada aktivitas yang diberikan. Aktivitas sebaiknya dirancang bervariasi dalam bentuk indoor activities (di dalam ruangan) dan outdoor activities (di luar ruangan). Aktivitas di dalam ruangan difokuskan untuk melatih konsentrasi, menstimulasi daya imajinasi dan menumbuhkan kreativitas serta logika berpikir anak. Selain itu, indoor activities bermanfaat untuk melatih disiplin anak dalam kebiasaan sehari-hari, seperti membiasakan merapikan mainannya sendiri, makan sendiri, mengangkat piring makannya ke trolley yang telah disediakan (dikenal dengan pendekatan Montessori), serta melatih kemandirian belajar anak. Aktivitas di luar ruangan difokuskan untuk optimalisasi perkembangan fisik dan sosial-emosional anak, seperti berlari, bermain ayunan, perosotan, bermain pasir, melatih anak untuk bersosialisasi dengan sesamanya, dan bermain air di kolam renang yang juga merupakan aktivitas yang sangat digemari anak. Suasana yang nyaman dan menyenangkan akan membuat anak-anak tidak cepat bosan dalam meniti hari-harinya bermain sambil belajar di sekolah.

                                                                                                                                                                                                   















DAFTAR PUSTAKA

Arief S. Sadiman, dkk. 1994, Media Pendidikan, Jakarta, PT Raja Grafindo
Hurlock, Elizabeth, 1978, Perkembangan Anak Jilid I Erlangga
Arikunto, Thomas, 1987, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta, Bina Aksara
Hamalik, Oemar, 2003, Media Pendidikan, Bandung, Alumni
Hildayani, Rini, 2006, Psikologi Perkembangan Anak, Jakarta, Universitas Terbuka
Moeslichatoen R, 2000, Metode Pengajaran di Taman Kanak-kanak, Jakarta, Depdikbud kerjasama dengan Penerbit Rineka Cipta
Nurani Yuliani, 2005, Metode Penegmbangan Kognitif, Jakarta, Universitas Terbuka
--------, 2005, Kurikulum 2004 Standar Kompetensi, Taman Kanak-kanak dan Raudhotul Athfal, Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah, Jakarta
-------, 2007, Permainan Berhitung di Taman Kanak-kanak, Jakarta, Depdiknas
Musfiroh Tadkiroatun, 2009, Pengembangan Kecerdasan Majemuk, Jakarta, Universitas Terbuka
Marjohan, 2008, Kemandirian Belajar, http://aristorahadi.wordpress.com/2008/03/31/kemandirian-belajar-siswa-smp-terbuka/#comment-399, diunduh Jum’at 13 Mei 2011, 05:16
Sartini, Nuryoto, 1993, Jurnal Psikologi Kemandirian Remaja Ditinjau dari Tahap Perkembangan Jenis Kelamin dan Peran Jenis, Yogyakarta : No. 2, 48-58
                   diunduh Minggu 15 Mei 2011, 22.31
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar