Kamis, 28 Juli 2011

SATUAN KEGIATAN HARIAN (SKH)

SATUAN KEGIATAN HARIAN

KELOMPOK : A
SEMESTER / MINGGU : II / 13
TEMA / SUB TEMA : TANAH AIRKU / KOTA TEMPAT TINGGALKU
HARI, TANGGAL : SELASA, 24 MEI 2011
WAKTU : 07.30 – 10.00


INDIKATOR :
- Menceritakan pengalaman/ kejadian secara sederhana dengan urut. (Bhs. 7)

- Senam fantasi bentuk meniru, misalnya menirukan berbagai gerakan hewan, menirukan gerakan tanaman yang terkena angin (sepoi-sepoi dan angin kencang dan kencang sekali ) dengan lincah. (FM 24)

- Mencoba dan menceritakan tentang apa yang terjadi jika warna dicampur, proses pertumbuhan tanaman, balon ditiup lalu dilepaskan, benda-benda dimasukkan ke dalam air (terapung, tenggelam), benda-benda dijatuhkan (gravitasi), benda-benda didekatkan dengan magnet, mengamati benda-benda dengan kaca pembesar, macam-macam rasa, mencium macam-macam bau, mendengar macam-macam bunyi. (Kog. 9)

- Meniru membuat garis tegak, datar, miring, lengkung dan lingkaran. (FM 3)

- Mewarnai benda 3 dimensi dengan berbagai media. (Seni 6)

- Membedakan ciptaan-ciptaan Tuhan. (P7)

- Mengucapkan syair lagu sambil diiringi dengan senandung lagu. (Seni 35)


KEGIATAN PEMBELAJARAN
I. KEGIATAN AWAL + 30 menit
- Bernyanyi, berdoa, salam
- Berbagi dan bercerita tentang kegiatan harian anak
- Bercerita tentang pengalaman naik kendaraan ke Simpang Lima Gumul.
- Menirukan gerakan naik mobil ke Simpang Lima Gumul.




II. KEGIATAN INTI + 60 menit
- Area IPA (Sains)
Melihat dan mengamati perahu dan jangkar yang dimasukkan ke dalam air.

- Area Matematika
Bermain kartu angka

- Area Seni dan Motorik
Mewarnai bentuk gambar mobil 3 dimensi.


III. ISTIRAHAT + 30 menit
- Cuci tangan, berdo’a sebelum dan sesudah makan.
- Makan
- Bermain

IV. KEGIATAN AKHIR + 30 menit
- Membedakan ciptaan Tuhan (kuda dan delman)
- Bersenandung dan mengucap syair lagu “Naik Delman”
- Diskusi kegiatan hari ini dan informasi kegiatan esok hari.
- Menyanyi, berdo’a, pulang.

METODE
- Bercerita
- Praktek Langsung
- Eksperimen
- Pemberian Tugas


ALAT DAN SUMBER BELAJAR
- Peraga Langsung (Anak)
- Bentuk Perahu
- Bentuk Jangkar
- Toples + air
- Kartu angka
- Buku tulis
- Pensil
- Penghapus
- Gambar mobil 3 dimensi.
- Krayon
- Air
- Serbet
- Bekal anak
- Alat bermain di luar kelas

ALAT PENILAIAN
- Observasi
- Unjuk Kerja
- Penugasan
- Hasil Karya

Mengetahui Kediri, 24 Mei 2011
Kepala TK Negeri Pembina
Kab.Kediri Guru Kelompok A



ENDAH APRIYANTI, S.Pd. RINI NURHAYATI, S.Pd.
NIP. 19700403 199802 2 008 NIP. 19710105 200604 2 024

PENINGKATAN MUTU PEMBELAJARAN DI SEKOLAH

Peningkatan Mutu Pembelajaran di sekolah
BAB I
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukkan pribadi manusia. Pendidikan sangat berperan dalam membentuk baik atau buruknya pribadi manusia menurut ukuran normatif. Menyadari akan hal tersebut, pemerintah sangat serius menangani bidang pendidikan, sebab dengan sistem pendidikan yang baik diharapkan muncul generasi penerus bangsa yang berkualitas dan mampu menyesuaikan diri untuk hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Reformasi pendidikan merupakan respon terhadap perkembangan tuntutan global sebagai suatu upaya untuk mengadaptasikan sistem pendidikan yang mampu mengembangkan sumber daya manusia untuk memenuhi tuntutan zaman yang sedang berkembang. Melalui reformasi pendidikan, pendidikan harus berwawasan masa depan yang memberikan jaminan bagi perwujudan hak-hak azasi manusia untuk mengembangkan seluruh potensi dan prestasinya secara optimal guna kesejahteraan hidup di masa depan.
Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu usaha pengembangan sumber daya manusia ( SDM ), walaupun usaha pengembangan SDM tidak hanya dilakukan melalui pendidikan khususnya pendidikan formal ( sekolah ). Tetapi sampai detik ini, pendidikan masih dipandang sebagai sarana dan wahana utama untuk pengembangan SDM yang dilakukan dengan sistematis, programatis, dan berjenjang.
Kemajuan pendidikan dapat dilihat dari kemampuan dan kemauan dari masyarakat untuk menangkap proses informatisasi dan kemajuan teknologi. Karena Proses informatisasi yang cepat karena kemajuan teknologi semakin membuat horizon kehidupan didunia semakin meluas dan sekaligus semakin mengerut. Hal ini berarti berbagai masalah kehidupan manusia menjadi masalah global atau setidak-tidaknya tidak dapat dilepaskan dari pengaruh kejadian dibelahan bumi yang lain, baik masalah politik, ekonomi , maupun sosial.
Sejalan dengan hal diatas, Tilaar menyatakan bahwa :
“ Kesetiakawanan sosial umat manusia semakin kental, hal ini berarti kepedulian umat manusia terhadap sesamanya semakin merupakan tugas setiap manusia, pemerintah, dan sistem pendidikan nasional. Selanjutnya dikatakan pula bahwa pendidikan bertugas untuk mengembangkan kesadaran akan tanggung jawab setiap warga Negara terhadap kelanjutan hidupnya, bukan saja terhadap lingkungan masyarakat dan Negara, juga umat manusia.” (H.A.R Tilaar , 2004 : 4)
Berdasarkan pernyataan di atas, bahwa manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain; setiap manusia akan selalu membutuhkan dan berinteraksi dengan orang lain dalam berbagai segi kehidupan. Kesetiakawanan sosial yang merupakan bagian dari proses pendidikan dan pembelajaran mempunyai peranan yang sangat kuat bagi individu untuk berkomunikasi dan berinteraksi untuk mencapai tujuan hidupnya.
Dalam proses pelaksanaannya di lapangan, kesetiakawanan sosial diwujudkan melalui interaksi antarmanusia, baik individu dengan individu, individu dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok.
Interaksi antarmanusia dapat terjadi dalam berbagai segi kehidupan di belahan bumi, baik dibidang pendidikan,ekonomi, sosial, politik budaya, dan sebagainya. Interaksi di bidang pendidikan dapat diwujudkan melalui interaksi siswa dengan siswa, siswa dengan guru, siswa dengan masyarakat , guru dengan guru, guru dengan masyarakat disekitar lingkungannya.
Apabila dicermati proses interaksi siswa dapat dibina dan merupakan bagian dari proses pembelajaran, seperti yang dikemukan oleh Corey (1986 ) dalam Syaiful Sagala (2003 : 61 ) dikatakan bahwa :
“ Pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara sengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi- kondisi khusus atau menghasilkan respons terhadap situasi tertentu.”
Selanjutnya Syaiful Sagala , menyatakan bahwa pembelajaran mempunyai dua karakteristik, yaitu :
“ Pertama, dalam proses pembelajaran melibatkan proses berfikir. Kedua, dalam proses pembelajaran membangun suasana dialogis dan proses Tanya jawab terus menerus yang diarahkan untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan berfikir siswa , yang pada gilirannya kemampuan berfikir itu dapat membantu siswa untuk memperoleh pengetahuan yang mereka konstruksi sendiri. “ (Syaiful Sagala,2003 : 63 )
Dari uraian diatas, proses pembelajaran yang baik dapat dilakukan oleh siswa baik didalam maupun diluar kelas, dan dengan karakteristik yang dimiliki oleh siswa diharapkan mereka mampu berinteraksi dan bersosialisasi dengan teman- temannya secara baik dan bijak.
Dengan intensitas yang tinggi serta kontinuitas belajar secara berkesinambungan diharapkan proses interaksi sosial sesama teman dapat tercipta dengan baik dan pada gilirannya mereka saling menghargai dan menghormati satu sama lain walaupun dalam perjalanannya mereka saling berbeda pendapat yang pada akhirnya mereka saling menumbuhkan sikap demokratis antar sesama.
Paradigma metodologi pendidikan saat ini disadari atau tidak telah mengalami suatu pergeseran dari behaviourisme ke konstruktivisme yang menuntut guru dilapangan harus mempunyai syarat dan kompetensi untuk dapat melakukan suatu perubahan dalam melaksanakan proses pembelajaran dikelas. Guru dituntut lebih kreatif, inovatif, tidak merasa sebagai teacher center, menempatkan siswa tidak hanya sebagai objek belajar tetapi juga sebagai subjek belajar dan pada akhirnya bermuara pada proses pembelajaran yang menyenangkan, bergembira, dan demokratis yang menghargai setiap pendapat sehingga pada akhirnya substansi pembelajaran benar-benar dihayati.
Sejalan dengan pendapat diatas, pembelajaran menurut pandangan konstruktivisme adalah:
“Pembelajaran dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit ) dan tidak sekonyong-konyong. Pembelajaran bukanlah seperangkat fakta, konsep atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkonstruksi Pembelajaran itu dan membentuk makna melalui pengalaman nyata. (Depdiknas,2003:11)
Implementasi pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran diwujudkan dalam bentuk pembelajaran yang berpusat pada siswa (Student Center ) . Guru dituntut untuk menciptakan suasana belajar sedemikian rupa , sehingga siswa bekerja sama secara gotong royong (cooperative learning)
Untuk menciptakan situasi yang diharapkan pada pernyataan diatas seoarang guru harus mempunyai syarat-syarat apa yang diperlukan dalam mengajar dan membangun pembelajaran siswa agar efektif dikelas, saling bekerjasama dalam belajar sehingga tercipta suasana yang menyenangkan dan saling menghargai (demokratis ) , diantaranya :
1. Guru harus lebih banyak menggunakan metode pada waktu mengajar, variasi metode mengakibatkan penyajian bahan lebih menarik perhatian siswa, mudah diterima siswa, sehingga kelas menjadi hidup, metode pelajaran yang selalu sama( monoton ) akan membosankan siswa.
2. Menumbuhkan motivasi, hal ini sangat berperan pada kemajuan , perkembangan siswa,. Selanjutnya melalui proses belajar, bila motivasi guru tepat dan mengenai sasaran akan meningkatkan kegiatan belajar, dengan tujuan yang jelas maka siswa akan belajar lebih tekum, giat dan lebih bersemangat.(Slamet ,1987 :92 )
Kita yakin pada saat ini banyak guru yang telah melaksanakan teori konstruktivisme dalam pembelajaran di kelas tetapi volumenya masih terbatas, karena kenyataan dilapangan kita masih banyak menjumpai guru yang dalam mengajar masih terkesan hanya melaksanakan kewajiban. Ia tidak memerlukan strategi, metode dalam mengajar, baginya yang penting bagaimana sebuah peristiwa pembelajaran dapat berlangsung.
Disisi lain menurut Hartono Kasmadi (1993 :24) bahwa pelaksanaan kegiatan belajar mengajar dimana pengajar masih memegang peran yang sangat dominan, pengajar banyak ceramah (telling method) dan kurang membantu pengembangan aktivitas murid .
Dari uraian diatas, tidak dipungkiri bahwa dilapangan masih banyak guru yang masih melakukan cara seperti pendapat diatas, dan diakui bahwa banyaka faktor penyebabnya sehingga kita akan melihat akibat yang timbul pada peserta didik, kita akan sering menjumpai siswa belajar hanya untuk memenuhi kewajiban pula, masuk kelas tanpa persiapan, siswa merasa terkekang, membenci guru karena tidak suka gaya mengajarnya, bolos, tidak mengerjakan tugas yang diberikan guru, takut berhadapan dengan mata pelajaran tertentu, merasa tersisihkan karena tidak dihargai pendapatnya, hak mereka merasa dipenjara , terkekang sehingga berdampak pada hilangnya motivasi belajar, suasan belajar menjadi monoton, dan akhirnya kualitas pun menjadi pertanyaan.
Dari permasalahan yang ada , sekolah dalam hal ini kepala sekolah, guru dan stakeloders mempunyai tanggung jawab terhadap peningkatan mutu pembelajaran di sekolah terutama guru sebagai ujung tombak dilapangan (di kelas) karena bersentuhan langsung dengan siswa dalam proses pembelajaran.
Guru mempunyai tugas dan tanggung jawab yang sangat berat terhadap kemajuan dan peningkatan kompetensi siswa , dimana hasilnya akan terlihat dari jumlah siswa yang lulus dan tidak lulus.dengan demikian tangung jawab peningkatan mutu pendidikan di sekolah , selalu dibebankan kepada guru .lalu bagaimana kesiapan unsur-unsur tersebut dalam peningkatan mutu proses pembelajaran ?


BAB II
PEMBAHASAN

A. Hakekat Pendidikan
Menururt pendapat Ki Hajar Dewantoro dalam Kongres Taman Siswa ( 1930 ) mengungkapkan :
“Pendidikan. Umumnja berarti daja-upaja untuk memadjukan bertumbuhnja budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intellect) dan tubuh anak: …
[Pendidikan. Umumnya berarti daya-upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intellect) dan tubuh anak: …]” (Ki Hajar Dewantoro, 1962: 3)
Sedangkan Lodge dalam Ismaun menjelaskan pengertian pendidikan sebagai berikut :
“In the narrower sense, education is restricted to that functions, it’s background, and it’s outlook to the member of the rising generation, ………. In the narrower sense, education becomes, in practice identical with schooling, i.e. formal instruction under controlled conditions”.
Dalam arti yang sempit, pendidikan hanya mempunyai fungsi yang terbatas, yaitu memberikan dasar-dasar dan pandangan hidup kepada generasi yang sedang tumbuh, yang dalam prakteknya identik dengan pendidikan formal di sekolah dan dalam situasi dan kondisi serta lingkungan belajar yang serba terkontrol. (Ismaun, 2007: 57). Pendidikan dapat dimaknai sebagai proses mengubah tingkah laku anak didik agar menjadi manusia dewasa yang mampu hidup mandiri dan sebagai anggota masyarakat dalam lingkungan alam sekitar dimana individu itu berada. (Syaiful Sagala , 2006 : 3).
Sementara itu Hamid Darmadi (2007 : 3 ) berpendapat endidikan mengadung tujuan yang ingin dicapai, yaitu membentuk kemampuan individu mengembangkan dirinya yang kemampuan-kemampuan dirinya berkembang sehinga bermanfaat untuk kepentingan hidupnya sebagai seorang individu.
Selanjutnya Dodi Nandika (2007:15 ) Pendidikan bukan sekedar mengajarkan atau mentransfer pengetahuan, atau semata mengembangkan aspek intelektual, melainkan juga untuk mengembangkan karakter, moral, nilai-nilai, dan budaya peserta didik. Dengan kata lain, pendidikan adalah membangun budaya, membangun peradaban, membangun masa depan. alam Kamus Besar bahasa Indonesia (1995 : 232) menyatakan bahwa pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku sesorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan;proses, perbuatan, cara mendidik. Dalam Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2003 Bab I Pasal 1 ayat (1) dikatakan bahwa :
”Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengambangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan , pengendalian diri, kepribadaian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa, dan Negara .”
Selanjutnya, Sihombing (2002) dalam Ety Rochaety, dkk (2005 :7 ) bahwa pendidikan mengandung pokok-pokok penting sebagai berikut :
1. Pendidikan adalah proses pembelajaran
2. Pendidikan adalah proses memanusiakan manusia
3. Pendidikan berusaha mengubah atau mengembangkan kemampuan, sikap, dan perilaku positif.
4. Pendidikan merupakan perbuatan atau kegiatan sadar
5. Pendidikan berkaitan dengancara mendidik
6. Pendidikan memiliki dampak lingkungan
7. Pendidikan tidak berfokus pada pendidikan formal
Berdasarkan hal tersebut di atas, bahwa pendidikan merupakan sutau system yang memiliki kegiatan cukup kompleks, meliputi berbagai komponen yang berkaitan satu dengan yang lain, dengan tujuan untuk membangun masa depan bangsa.
Jika menginginkan pendidikan secara teratur , berbagai elemen (komponen ) yang terlibat dalam kegiatan pendidikan perlu dikenal terlebih dahulu.untuk itu diperlukan pengkajian usaha pendidikan sebagai suatu system yang dapat dilihat secara mikro dan makro .

B. Hakekat Mutu Pendidikan
Sebelum membahas tentang mutu pendidikan terlebih dahulu akan dibahas tentang mutu dan pendidikan. Banyak ahli yang mengemukakan tentang mutu, seperti yang dikemukakan oleh Edward Sallis (2006 : 33 ) mutu adalah Sebuah filsosofis dan metodologis yang membantu institusi untuk merencanakan perubahan dan mengatur agenda dalam menghadapi tekanan-tekanan eksternal yang berlebihan. Sudarwan Danim (2007 : 53 ) mutu mengandung makna derajat keunggulan suatu poduk atau hasil kerja, baik berupa barang dan jasa. Sedangkan dalam dunia pendidikan barang dan jasa itu bermakna dapat dilihat dan tidak dapat dilihat, tetapi dan dapat dirasakan. Sedangkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991 :677 ) menyatakan Mutu adalah (ukuran ), baik buruk suatu benda;taraf atau derajat (kepandaian, kecerdasan, dsb) kualitas. Selanjutnya Lalu Sumayang ( 2003 : 322) menyatakan quality (mutu ) adalah tingkat dimana rancangan spesifikasi sebuah produk barang dan jasa sesuai dengan fungsi dan penggunannya, disamping itu quality adalah tingkat di mana sebuah produk barang dan jasa sesuai dengan rancangan spesifikasinya.
Berdasarkan pendapat ahli di atas, dapat disimpulan bahwa mutu (quality ) adalah sebuah filsosofis dan metodologis, tentang (ukuran ) dan tingkat baik buruk suatu benda, yang membantu institusi untuk merencanakan perubahan dan mengatur agenda rancangan spesifikasi sebuah produk barang dan jasa sesuai dengan fungsi dan penggunannya agenda dalam menghadapi tekanan-tekanan eksternal yang berlebihan
Dalam pandangan Zamroni ( 2007 : 2 ) dikatakan bahwa peningkatan mutu sekolah adalah suatu proses yang sistematis yang terus menerus meningkatkan kualitas proses belajar mengajar dan faktor-faktor yang berkaitan dengan itu, dengan tujuan agar menjadi target sekolah dapat dicapai dengan lebih efektif dan efisien.
Peningkatan mutu berkaitan dengan target yang harus dicapai, proses untuk mencapai dan faktor-faktor yang terkait. Dalam peningkatan mutu ada dua aspek yang perlu mendapat perhatian, yakni aspek kualitas hasil dan aspek proses mencapai hasil tersebut.
Teori manajemen mutu terpadu atau yang lebih dikenal dengan Total Quality Management.(TQM) akhir-akhir ini banyak diadopsi dan digunakan oleh dunia pendidikan dan teori ini dianggap sangat tepat dalam dunia pendidikan saat ini.
Konsep total quality management pertama kali dikemukakan oleh Nancy Warren, seorang behavioral scientist di United States Navy (Walton dalam Bounds, et. al, 1994). Istilah ini mengandung makna every process, every job, dan every person (Lewis & Smith, 1994). Pengertian TQM dapat dibedakan menjadi dua aspek (Goetsch & davis, 1994).
Aspek pertama menguraikan apa TQM. TQM didefinisikan sebagai sebuah pendekatan dalam menjalankan usaha yang berupaya memaksimumkan daya saing melalui penyempurnaan secara terus menerus atas produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan organisasi.
Aspek kedua menyangkut cara mencapainya dan berkaitan dengan sepuluh karakteristik TQM yang terdiri atas : (a) focus pada pelanggan (internal & eksternal), (b) berorientasi pada kualitas, (c) menggunakan pendekatan ilmiah, (d) memiliki komitmen jangka panjang, (e) kerja sama tim, (f) menyempurnakan kualitas secara berkesinambungan, (g) pendidikan dan pelatihan, (h) menerapkan kebebasan yang terkendali, (i) memiliki kesatuan tujuan, (j) melibatkan dan memberdayakan karyawan.(Ety Rochaety,dkk,2005 :97)
Edward Sallis ( 2006 :73 ) menyatakan bahwa Total Quality Management (TQM) Pendidikan adalah sebuah filsosofis tentang perbaikan secara terus- menerus , yang dapat memberikan seperangkat alat praktis kepada setiap institusi pendidikan dalam memenuhi kebutuhan , keinginan , dan harapan para pelanggannya saat ini dan untuk masa yang akan datang
Di sisi lain, Zamroni memandang bahwa peningkatan mutu dengan model TQM , dimana sekolah menekankan pada peran kultur sekolah dalam kerangka model The Total Quality Management (TQM). Teori ini menjelaskan bahwa mutu sekolah mencakup tiga kemampuan, yaitu : kemampuan akademik, sosial, dan moral. (Zamroni , 2007 :6 )
Menurut teori ini, mutu sekolah ditentukan oleh tiga variabel, yakni kultur sekolah, proses belajar mengajar, dan realitas sekolah. Kultur sekolah merupakan nilai-nilai, kebiasaan-kebiasaan, upacara-upacara, slogan-slogan, dan berbagai perilaku yang telah lama terbentuk di sekolah dan diteruskan dari satu angkatan ke angkatan berikutnya, baik secara sadar maupun tidak. Kultur ini diyakini mempengaruhi perilaku seluruh komponen sekolah, yaitu : guru, kepala sekolah, staf administrasi, siswa, dan juga orang tua siswa. Kultur yang kondusif bagi peningkatan mutu akan mendorong perilaku warga kearah peningkatan mutu sekolah, sebaliknya kultur yang tidak kondusif akan menghambat upaya menuju peningkatan mutu sekolah.

C. Faktor-Faktor Dominan dalam Peningkatan Mutu Pembelajaran di Sekolah
Selanjutnya untuk meningkatkan mutu sekolah seperti yang disarankan oleh Sudarwan Danim ( 2007 : 56 ), yaitu dengan melibatkan lima faktor yang dominan :
1. Kepemimpinan Kepala sekolah; kepala sekolah harus memiliki dan memahami visi kerja secara jelas, mampu dan mau bekerja keras, mempunyai dorongan kerja yang tinggi, tekun dan tabah dalam bekerja, memberikanlayananyang optimal, dan disiplin kerja yang kuat.
2. Siswa; pendekatan yang harus dilakukan adalah “anak sebagai pusat “ sehingga kompetensi dan kemampuan siswa dapat digali sehingga sekolah dapat menginventarisir kekuatan yang ada pada siswa .
3. Guru; pelibatan guru secara maksimal , dengan meningkatkan kopmetensi dan profesi kerja guru dalam kegiatan seminar, MGMP, lokakarya serta pelatihan sehingga hasil dari kegiatan tersebut diterapkan disekolah.
4. Kurikulum; sdanya kurikulum yang ajeg / tetap tetapi dinamis , dapat memungkinkan dan memudahkan standar mutu yang diharapkan sehingga goals (tujuan ) dapat dicapai secara maksimal;
5. Jaringan Kerjasama; jaringan kerjasama tidak hanya terbatas pada lingkungan sekolah dan masyarakat semata (orang tua dan masyarakat ) tetapi dengan organisasi lain, seperti perusahaan / instansi sehingga output dari sekolah dapat terserap didalam dunia kerja
Berdasarkan pendapat diatas, perubahan paradigma harus dilakukan secara bersama-sama antara pimpinan dan karyawan sehingga mereka mempunyai langkah dan strategi yang sama yaitu menciptakan mutu dilingkungan kerja khususnya lingkungan kerja pendidikan. Pimpinan dan karyawan harus menjadi satu tim yang utuh (teamwork ) yangn saling membutuhkan dan saling mengisi kekurangan yang ada sehingga target (goals ) akan tercipta dengan baik

D. Unsur-unsur yang terlibat dalam Peningkatan Mutu Pembelajaran di sekolah
Unsur yang terlibat dalam peningkatan mutu pendidikan dapat lihat dari sudut pandang makro dan mikro pendidikan, seperti yang dijabarkan di bawah ini :
1. Pendekatan Mikro Pendidikan :
Yaitu suatu pendekatan terhadap pendidikan dengan indicator kajiannya dilihat dari hubungan antara elemen peserta didik, pendidik, dan interaksi keduanya dalam usaha pendidikan. Secara lengkap elemen mikro sebagai berikut :
• Kualitas manajemen
• Pemberdayaan satuan pendidikan
• Profesionalisme dan ketenagaan
• Relevansi dan kebutuhan.
Berdasarkan tinjauan mikro elemen guru dan siswa yang merupakan bagian dari pemberdayaan satuan pendidikan merupakan elemen sentral. Pendidikan untuk kepentingan peserta didik mempunyai tujuan, dan untuk mencapai tujuan ini ada berbagai sumber dan kendala, dengan memperhatikan sumber dan kendala ditetapkan bahan pengajaran dan diusahakan berlangsungnya proses untuk mencapai tujuan. Proses ini menampilkan hasil belajar. hasil belajar perlu dinilai dan dari hasil penilaian dapat merupakan umpan balik sebagai bahan masukan dan pijakan.
Secara mikro diagram alur proses pendidikan dapat dilihat dibawah ini :

Sumber : Ety Rochaety,dkk (2005:8 )
Dari gambar diatas, bahwa pengetahuan teori yang didapatkan dari seorang guru melalui kualitas manajemen dengan harapan tujuan pendidikan akan tercapai, tujuan akan tercapai jika dibekali dengan bahan sehingga proses pendidikan akan terlaksana dengan baik sehingga akan menghasilkan penampilan (hasil belajar) hasil belajar dipengaruhi oleh beberapa factor yaitu melalui penilaian dengan dasar criteria penilaian , hasil dari penampilan akan dijadikan umpan balik.



2. Pendekatan Makro Pendidikan ;
Yaitu kajian pendidikan dengan elemen yang lebih luas dengan elemen sebagai berikut:
• >Standarisasi pengembangan kurikulum
• Pemerataan dan persamaan, serta keadilan
• Standar mutu
• Kemampuan bersaing.
Tinjauan makro pendidikan menyangkut berbagai hal yang digambarkan dalam dua bagan ( P.H Coombs, 1968 ) dalam Etty Rochaety, dkk (2005 : 8 ) bahwa pendekatan makro pendidikan melalui jalur pertama yaitu INPUT SUMBER – PROSES PENDIDIKAN – HASIL PENDIDIKAN , seperti pada gambar di bawah ini :

Sumber : Ety Rochaety, dkk (2005 : 9 )
Input sumber pendidikan akan mempengaruhi dalam kegiatan proses pendidikan , dimana proses pendidikan didasari oleh berbagai unsur sehingga semakin siap suatu lembaga dan semakin lengkap komponen pendidikan yang dimiliki maka akan menciptakan hasil pendidikan yang berkualitas.


Selanjutnya Syaiful Sagala (2004 : 9 ) menyatakan solusi manajemen pendidikan secara mikro dan makro yang dituangkan dalam gambar berikut :

Sumber: Syaiful Sagala (2004 : 9)

E. Strategi Peningkatan Mutu Pembelajaran di Sekolah
Secara umum untuk meingkatkan mutu pendidikan harus diawali dengan strategi peningkatan pemerataan pendidikan, dimana unsure makro dan mikro pendidikan ikut terlibat, untuk menciptakan (Equality dan Equity ) , mengutip pendapat Indra Djati Sidi ( 2001 : 73 ) bahwa pemerataan pendidikan harus mengambil langkah sebagai berikut :
1. Pemerintah menanggung biaya minimum pendidikan yang diperlukan anak usia sekolah baik negeri maupun swasta yang diberikan secara individual kepada siswa.
2. Optimalisasi sumber daya pendidikan yang sudah tersedia, antara lain melalui double shift ( contoh pemberdayaan SMP terbuka dan kelas Jauh )
3. Memberdayakan sekolah-sekolah swasta melalui bantuan dan subsidi dalam rangka peningkatan mutu embelajaran siswa dan optimalisasi daya tampung yang tersedia.
4. Melanjutkan pembangunan Unit Sekolah Baru (USB ) dan Ruang Kelas Baru (RKB ) bagi daerah-daerah yang membutuhkan dengan memperhatikan peta pendidiakn di tiap –tiap daerah sehingga tidak mengggangu keberadaan sekolah swasta.
5. Memberikan perhatian khusus bagi anak usia sekolah dari keluarga miskin, masyarakat terpencil, masyarakat terisolasi, dan daerah kumuh.
6. Meningkatkan partisipasi anggota masyarakat dan pemerintah daerah untuk ikut serta mengangani penuntansan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun.
Sedangkan peningkatan mutu sekolah secara umum dapat diambil satu strategi dengan membangun Akuntabilitas pendidikan dengan pola kepemimpinan , seperti kepemimpinan sekolah Kaizen ( Sudarwan Danim, 2007 : 225 ) yang menyarankan :
1. Untuk memperkuat tim-tim sebagai bahan pembangun yang fundamental dalam struktur perusahaan
2. Menggabungkan aspek –aspek positif individual dengan berbagai manfaat dari konsumen
3. Berfokus pada detaiol dalam mengimplementasikan gambaran besar tentang perusahaan
4. Menerima tanggung jawab pribadi untuk selalu mengidentifikasikan akar menyebab masalah
5. Membangun hubungan antarpribadi yang kuat
6. Menjaga agar pemikiran tetap terbuka terhadap kritik dan nasihat yang konstruktif
7. Memelihara sikap yang progresif dan berpandangan ke masa depan
8. Bangga dan menghargai prestasi kerja
9. Bersedia menerima tanggung jawab dan mengikuti pelatihan


BAB III
PENUTUP

Kepemimpinan kepala sekolah dan kreatifitas guru yang professional, inovatif, kreatif, mrupakan salah satu tolok ukur dalam Peningkatan mutu pembelajaran di sekolah ,karena kedua elemen ini merupakan figure yang bersentuhan langsung dengan proses pembelajaran , kedua elemen ini merupakan fugur sentral yang dapat memberikan kepercayaan kepada masyarakat (orang tua ) siswa , kepuasan masyarakat akan terlihat dari output dan outcome yang dilakukan pada setiap periode. Jika pelayanan yang baik kepada masyarakat maka mereka tidak akan secara sadar dan secara otomatis akan membantu segala kebutuhan yang di inginkan oleh pihak sekolah,sehingga dengan demikian maka tidak akan sulit bagi pihak sekolah untuk meningkatkan mutu pembelajaran dan mutu pendidikan di sekolah.










REFERENSI

Darmadi, Hamid. 2007. Dasar Konsep Pendidikan Moral. Bandung : Alfabeta.
Dewantoro, Ki Hajar. 1962. Bagian Pertama: Pendidikan. Jogjakarta : Taman Siswa.
Edward Sallis. 2006. Total Quality Management In Education (alih Bahasa Ahmad Ali Riyadi ). Jogjakarta : IRCiSoD
Eti Rochaety,dkk.2005 . Sistem Informamsi Manajemen Pendidikan. Jakarta : bumi Aksara
Indra Djati Sidi.2003. Menuju Masyarakat Belajar. Jakarta : Logos
Ismaun. 2007. Filsafat Administrasi Pendidikan. Bandung: Universitas Pendidikan.
Lalu Sumayang.2003. Manajemen produksi dan Operasi. Jakarta : Salemba Empat
Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia..1991. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta :Balai Pustaka
Republik Indonesia. (2003). Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Kloang klede Putra Timur
Sagala,Syaiful.2005.Administrasi Pendidikan Kontemporer. Bandung: Alfabeta
—————–.2004. Manajemen Berbasis Sekolah &Masyarakat. Bandaung : alfabeta
Sudarwan Danim.2007.Visi Baru Manajemen Sekolah. Jakarta : Bumi Aksara
Suyadi Prawirosentono. 2007 . Filosofi Baru tentang Manajemen Mutu terpadu abad 21. Jakarta : Bumi Aksara
Zamroni. 2007 . Meningkatkan Mutu Sekolah . Jakarta : PSAP Muhamadiyah
*)) Mustakim, S.Pd.,MM adalah guru di SMP Negeri 2 Parungpanjang Kabupaten Bogor, saat ini sedang menempuh Program Doktoral (S3) pada Program Studi Administrasi Pendidikan-Pendidikan Pasca Sarjana UPI Bandung

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN TEMATIK

PENGEMBANGAN
MODEL PEMBELAJARAN TEMATIK



BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah usaha sadar dan berencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Dari berbagai aspek potensi peserta didik yang harus ditumbuhkembangkan melalui dunia pendidikan sebagaimana dikemukakan di atas, salah satunya adalah aspek kecerdasan peserta didik. Aspek ini tidak kalah pentingnya dengan aspek-aspek yang lainnya yang harus ditumbuhkembangkan. Salah satu alasannya, karena masa depan bangsa berada di tangan anak-anak yang cerdas. Hal ini sejalan dengan yang diamanatkan oleh para pendiri Republik sebagaimana halnya dalam Pembukaan UUD 1945 merumuskan bahwa salah satu tujuan mendirikan negara bangsa yang merdeka adalah “mencerdaskan kehidupan bangsa”.
Mengapa para pendiri Republik ini memasukkan kalimat “mencerdaskan kehidupan bangsa” dalam Pembukaan UUD 1945, hal ini tampaknya disadari bahwa ketertinggalan dalam seluruh dimensi kehidupan masyarakat bangsa Indonesia, pada saat proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, hanya dapat diatasi melalui proses tranformasi budaya, dari budaya feodal ke budaya demokratis, dari budaya tradisional ke budaya modern, dan dari budaya masyarakat terjajah menuju budaya masyarakat negara merdeka. Untuk itu, maka dengan memasukan kalimat “mencerdaskan kehidupan bangsa” merupakan suatu upaya agar bangsa ini tidak mengulang sejarah kelam di masa lalu yang penuh dengan pertentangan dan terisolasi dari perkembangan peradaban dunia. Menyikapi apa yang dikemukakan di atas, berarti salah satu fungsi pendidikan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan amanat yang telah dituangkan di dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945.
Terkait dengan upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, menurut Muhaimin (2000) diperlukan adanya upaya penyelenggaraan satu sistem pengajaran nasional yang secara sungguh-sungguh berusaha memfungsikan kecerdasan(intelligence) secara optimal baik intellectual/rational intelligence, emotional intelligence,dan spiritual intelligence. Dengan memfungsikan kecerdasan-kecerdasan tersebut secara optimal selama proses pembelajaran, itu merupakan upaya untuk mencapai kualitas pendidikan yang tinggi.
Upaya peningkatan kualitas pendidikan tidak dapat berhasil dengan maksimal tanpa didukung adanya peningkatan kualitas pembelajaran. Peluang yang dibawa KBK yang memberikan keleluasaan kepada guru sebagai pengembang kurikulum dalam tatanan kelas juga belum dapat dimanfaatkan secara optimal, karena keterbatasan kemampuan guru. Keterbatasan kemampuan guru ini berdampak pada munculnya sikap intuitif dan spekulatif dalam menggunakan strategi pembelajaran. Kondisi ini berakibat pada rendahnya mutu proses pembelajaran yang bermuara pada rendahnya mutu hasil belajar. Salah satu cara yang dapat dilakukan agar kondisi yang kurang menguntungkan itu tidak berkelanjutan dan berkembang lebih jauh, maka guru perlu diberi suatu perskripsi metodologi pembelajaran yang dipandang kondusif dapat meningkatkan efektivitas pembelajaran tematik. Hal ini sangat penting, mengingat karakteristik pengalaman guru dan wawasannya sangat berpengaruh pada perilaku peserta didik.
Mengacu kepada cara-cara yang ditempuh oleh negara maju dalam reformasi pendidikan, kunci keberhasilannya adalah reformasi guru. Dengan demikian, maka seiring dengan upaya pemerintah dalam meningkatkan kualitas pendidikan melalui pembaharuan kurikulum, sudah tentu sangat menuntut guru untuk mengadakan perubahan-perubahan terutama dalam penyelenggaraan proses pembelajaran. Sekaitan dengan tuntutan tersebut, sebagaimana struktur KBK untuk kelas 1, 2 dan 3 telah ditetapkan bahwa untuk pembelajaran di kelas- kelas tersebut harus menggunakan pendekatan tematik. Dengan demikian, maka untuk menunjang keberhasilan KBK dikelas rendah, kuncinya adalah memfasilitasi guru dengan suatu metodologi pembelajaran yang dapat menunjang keberhasilan pengembangan pendekatan tematik.

B. Rumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam makalah ini adalah Model pembelajaran tematik yang bagaimana yang dapat secara kondusif menumbuhkembangkan
kecerdasan majemuk peserta didik?

C. Tujuan Penulisan
Secara umum tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengembangkan metodologi quantum teaching dalam pembelajaran tematik sebagai upaya menumbuhkembangkan kecerdasan majemuk peserta didik sekolah dasar.




BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Menurut Slameto (1991 : 24), “belajar diartikan sebagai suatu proses usaha yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dan interaksi dengan lingkungannya.
Pendapat yang hampir sama dikemukakan Morgan yang dikutip Soekamto, Toeti dan Udin Saripudin (1997 : 26), “bahwa belajar didefinisikan sebagai perubahan tingkah laku yang relatif tetap dan terjadi sebagai hasil latihan dan pengalaman
Dari ke dua pendapat tersebut memuat 3 (tiga) unsur yang penting dalam belajar yaitu : 1) belajar adalah perubahan tingkah laku, 2) perubahan tingkah laku terjadi karena latihan atau pengalaman, dan 3) perubahan tersebut harus bersifat relatif permanen dan tetap dalam jangka waktu yang cukup lama.
Menurut Winkel (1996 : 28), “belajar adalah merupakan suatu aktivitas mental psikis yang berlangsung didalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan suatu perubahan dalam pengetahuan, pengalaman, keterampilan, dan nilai. Perubahan itu bersifat relatif, konstan dan berbekas”.
Menurut Surakhmad, Winarno (1997 : 31), “belajar pada hakekatnya adalah kegiatan yang dilakukan oleh seseorang secara sadar, sehingga menghasilkan suatu perubahan tingkah laku pada diri si belajar (orang yang belajar) itu sendiri”. Dari pendapat ini mempertegas bahwa belajar itu merupakan suatu perubahan dalam bentuk sikap dan nilai positif. Selama kegiatan belajar berlangsung terjadi proses interaksi antara sibelajar dengan sumber-sumber belajar. Adapun sumber-sumber belajar dapat berupa manusia maupun bukan manusia. Oleh karena itu, belajar dapat dikatakan sebagai suatu proses yang kompleks bagi si pembelajar, guna menjalani suatu pengalaman edukatif berupa perubahan-perubahan pola tingkah laku tersebut diorganisir untuk mencapai prestasi belajar berdasarkan tujuan pembelajaran yang diharapkan. Dengan demikian belajar dapat diartikan sebagai individu yang mengalami, dan menghayati sesuatu yang aktual. Penghayatan yang diperoleh dari kegiatan belajar tersebut dapat menghasilkan perubahan pada pematangan, pendewasaan pola tingkah laku, sistem nilai dan perbendaharaan pengertian (konsep- konsep) serta kekayaan informasi.
Dalam hasil belajar sering disebut juga prestasi belajar. kata prestasi berasal dari Bahasa Belandaprestati e, kemudian di dalam bahasa Indonesia disebut prestasi, diartikan sebagai hasil usaha. “Prestasi banyak digunakan di dalam berbagai bidang dan diberi pengertian sebagai kemampuan, keterampilan, sikap seseorang dalam menyelesaikan sesuatu” (Arifin, Zaenal, 1999 : 78).
Menurut Djamarah, Syaiful Bahri (1994 : 19), “prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, atau diciptakan secara individu maupun secara kelompok”.
Pendapat ini berarti prestasi tidak akan pernah dihasilkan apabila seseorang tidak melakukan kegiatan. Hasil belajar atau prestasi belajar adalah suatu hasil yang telah dicapai oleh siswa setelah melakukan kegiatan belajar. Oleh karena itu prestasi belajar bukan ukuran, tetapi dapat diukur setelah melakukan kegiatan belajar. Keberhasilan seseorang dalam mengikuti program pembelajaran dapat dilihat dari prestasi belajar seseorang tersebut.
Menurut Gagne (dalam Djamarah, Syaiful Bahri, 1994 : 21), “prestasi belajar
dapat dikelompokkan ke dalam 5 (lima) kategori yaitu :
1) keterampilan intelektual;2) informasi verbal;3) strategi kognitif;4) keterampilan motorik; dan 5) sikap.
Pendapat ini diartikan : Pertama, keterampilan intelektual (intellectual skills). Belajar keterampilan intelektual berarti belajar bagaimana melakukan sesuatu secara intelektual. Ada enam jenis keterampilan intelektual, : 1) diskriminasi-diskriminasi, yaitu kemampuan membuat respons yang berbeda terhadap stimulus yang berbeda pula; 2) konsep-konsep konkret, yaitu kemampuan mengidentifikasi ciri-ciri atau atribut-atribut suatu objek; 3) konsep-konsep terdefinisi, yaitu kemampuan memberikan makna terhadap sekelompok objek-objek, kejadian-kejadian, atau hubungan-hubungan; 4) aturan-aturan, yaitu kemampuan merespons hubungan- hubungan antara objek-objek dan kejadian-kejadian; 5) aturan tingkat tinggi, yaitu kemampuan merespons hubungan-hubungan antara objek-objek dan kejadian- kejadian secara lebih kompleks; 6) memecahkan masalah, yaitu kemampuan memecahkan masalah yang biasanya melibatkan aturan-aturan tingkat tinggi. Kedua,strategi-strategi kognitif (cognitive strategies). Strategi-strategi ini merupakan kemampuan yang mengarahkan prilaku belajar, mengingat, dan berpikir seseorang. Ada lima jenis strategi-strategi kognitif : 1) strategi-strategi menghafal, yaitu strategi belajar yang dilakukan dengan cara menghafal ide-ide dari sebuah teks; 2) strategi- strategi elaborasi, yaitu strategi belajar dengan cara mengaitkan materi yang dipelajari dengan materi lain yang relevan; 3) strategi-strategi pengaturan, yaitu strategi belajar yang dilakukan dengan cara mengelompokkan konsep-konsep agar menjadi kategori- kategori yang bermakna; 4) strategi-strategi pemantauan pemahaman, yaitu strategis belajar yang dilakukan dengan cara memantau proses-proses belajar yang sedang dilakukan; 5) strategi-strategi afektif, yaitu strategi belajar yang dilakukan dengan cara memusatkan dan mempertahankan perhatian. Ketiga, informasi verbal (verbal information). Belajar informasi verbal adalah belajar untuk mengetahui apa yang dipelajari baik yang berbentuk nama-nama objek, fakta-fakta, maupun pengetahuan yang telah disusun dengan baik. Keempat, keterampilan motor (motor skills). Kemahiran ini merupakan kemampuan siswa untuk melakukan sesuatu dengan menggunakan mekanisme otot yang dimiliki. Kelima, sikap (attitudes). Sikap merupakan kemampuan mereaksi secara positif atau negatif terhadap orang, sesuatu, dan situasi.
Prestasi belajar Gagne di atas hampir sejalan dengan pemikiran Bloom. Menurut Bloom (dalam Surya, Mohamad, 1992 41-45), “prestasi belajar yang dicapai oleh siswa dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kawasan, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik”.
Menurut pendapat ini aspek kognitif berkaitan dengan perilaku berpikir, mengetahui, dan memecahkan masalah. Ada enam tingkatan aspek kognitif yang bergerak dari yang sederhana sampai yang kompleks : 1) pengetahuan (knowledge), yaitu kemampuan mengingat materi pelajaran yang sudah dipelajari sebelumnya; 2) pemahaman (comprehension, understanding), seperti menafsirkan, menjelaskan, atau meringkas; 3) penerapan (application), yaitu kemampuan menafsirkan atau menggunakan materi pelajaran yang sudah dipelajari ke dalam situasi baru atau konkret; 4) analisis (analysis), yaitu kemampuan menguraikan atau menjabarkan sesuatu ke dalam komponen-komponen atau bagian-bagian sehingga susunannya dapat dimengerti; 5) sintesis (synthesis), yaitu kemampuan menghimpun bagian- bagian ke dalam suatu keseluruhan; 6) evaluasi (evaluation), yaitu kemampuan menggunakan pengetahuan untuk membuat penilaian terhadap sesuatu berdasarkan kriteria tertentu.
Aspek afektif berkaitan dengan sikap, nilai-nilai, interes, apresiasi, dan penyesuaian perasaan sosial. Aspek ini mempunyai lima tingkatan dari yang sederhana ke yang kompleks : 1) penerimaan (receiving), merupakan kepekaan menerima rangsangan (stimulus) baik berupa situasi maupun gejala; 2) penanggapan (responding), berkaitan dengan reaksi yang diberikan seseorang terhadap stimulus yang datang; 3) penilaian (valuing), berkaitan dengan nilai dan kepercayaan terhadap gejala atau stimulus yang datang; 4) organisasi (organization), yaitu penerimaan terhadap berbagai nilai yang berbeda berdasarkan suatu sistem nilai tertentu yang lebih tinggi; 5) karakteristik nilai (characterization by a value complex), merupakan keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya.
Aspek psikomotor berkaitan dengan keterampilan yang bersifat manual dan motorik. Aspek ini meliputi : 1) persepsi (perception), berkaitan dengan penggunaan indra dalam melakukan kegiatan; 2) kesiapan melakukan pekerjaan (set), berkaitan dengan kesiapan melakukan suatu kegiatan baik secara mental, fisik, maupun emosional; 3) mekanisme (mechanism), berkaitan dengan penampilan respons yang sudah dipelajari; 4) respon terbimbing (guided respons), yaitu mengikuti atau mengulangi perbuatan yang diperintahkan oleh orang lain; 5) kemahiran (complex overt respons), berkaitan dengan gerakan motorik yang terampil; 6) adaptasi (adaptation), berkaitan dengan keterampilan yang sudah berkembang di dalam diri individu sehingga yang bersangkutan mampu memodifikasi pola gerakannya; 7) keaslian (origination), merupakan kemampuan menciptakan pola gerakan baru sesuai dengan situasi yang dihadapi.
Jadi berdasarkan beberapa pengertian di atas hasil belajar atau yang sering disebut prestasi belajar diartikan suatu hasil usaha secara maksimal bagi seseorang dalam menguasai bahan-bahan yang dipelajari atau kegiatan yang dilakukan. Hasil belajar biologi adalah hasil kegiatan belajar setelah siswa mengikuti pembelajaran secara optimal.
Kognitif adalah suatu proses berpikir, yaitu kemampuan individu untuk menghubungkan, menilai dan mempertimbangkan suatu kejadian atau peristiwa. Proses kognitif berhubungan dengan tingkat kecerdasan (intelegansi) yang mencirikan seseorang dengan berbagai minat terutama sekali ditujukan kepada ide- ide dan belajar. Berikut ini, Sujiono, dkk. (2004) memberikan batasan tentang intelegensi atau kognitif menurut beberapa ahli psikologi, seperti menurut Terman, bahwa kognitif adalah kemampuan untuk berpikir secara abstrak, semtara menurut Colvin bahwa kognitif adalah kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan, dan menurut Hunt bahwa kognitif adalah teknik untuk memproses informasi yang disediakan oleh indra.
Mengacu kepada batasan tentang kognitif, maka pada dasarnya kognitif berhubungan erat dengan intelegensi. Dalam hal ini kognitif lebih bersifat pasif atau statis yang merupakan potensi atau daya untuk memahami sesuatu, sedangkan intelegensi lebih bersifat aktif yang merupakan aktualisasi atau perwujudan dari daya atau potensi tersebut yang berupa aktivitas atau perilaku. Dengan demikian, maka kognitif merupakan bagian dari intelegensi. Apabila kognitifnya tinggi, maka intelegensinya tinggi pula.
Menurut Howard Gardner, kecerdasan merupakan kemampuan untuk menyelasaikan suatu masalah atau menciptakan produk yang berharga atau bernilai dalam satu atau lebih latar belakang budaya. Menurutnya setiap anak memiliki kecerdasan majemuk (multiple intellegence). Oleh karena itu, bagi Gardner tidak ada anak yang bodoh atau pintar, yang ada adalah anak yang menonjol dalam salah satu atau beberapa jenis kecerdasan. Dengan demikian, dalam menilai dan menstimulasi kecerdasan anak, guru selayaknya dengan jeli dan cermat merancang sebuah metode khusus. Menurut Gadner delapan kecerdasan yang dimiliki oleh anak, yaitu meliputi
(kecerdasan linguistik), Logic Smart (kecerdasan logika matematika), Body Smart (kecerdasan fisik), Picture Smart (kecerdasan visual spasial), Self Smart (kecerdasan intrapersonal), people Smart (kecerdasan interpesonal), Music smart (kecerdasan musikal), dan Nature Smart (kecerdasan natural). Kedelapan kecerdasan tersebut dapat saja dimiliki individu, hanya saja adalam taraf yang berbeda, selain itu kecerdasan ini juga berdiri sendiri, terkadang bercampur dengan kecerdasan yang lain.
Sesuai dengan karakteristik perkembangan dan cara peserta didik belajar, serta konsep belajar dan pembelajaran bermakna bagi peserta didik kelas awal sekolah dasar, maka kegiatan pembelajaran sebaiknya dilakukan dengan pembelajaran tematik. Inti pembelajaran tematik adalah meniadakan batas-batas antara berbagai bidang studi dan menyajikan materi pelajaran dalam bentuk keseluruhan. Dalam pembelajaran tematik pada dasarnya yang penting bukan hanya cara menyajikan materi pembelajarannya, tetapi juga tujuannya. Dengan kebulatan materi pembelajaran diharapkan pembelajaran mampu mewujudkan peserta didik yang memiliki pribadi yang integrated, yakni manusia yang sesuai dan selaras hidupnya dengan sekitarnya.
Sesuai dengan karakteristik perkembangan peserta didik sekolah dasar kelas rendah, maka melalui makalah ini dikembangkan model pembelajaran tematik yang memfokuskan pada pengembangan kecerdasan majemuk peserta didik. Salah satu upaya pembelajaran yang bernuansakan kecerdasan majemuk akan menjadi lebih bermakna apabila guru memiliki motivasi dan kreatif dalam mengorkestrasi pembelajarannya dengan cara-cara yang ditawarkan oleh quantum teaching, yaitu
”Bawalah Dunia Mereka ke Dunia Kita, dan Antarkan Dunia Kita ke Dunia Mereka”.
Prestasi belajar siswa dipengaruhi oleh berbagai faktor. Slameto (1988 ; 36) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi siswa ada dua faktor yitu :
1) Faktor intern (yang berasal dari dalam diri siswa) yang terdiri dari :
a) Faktor jasmaniah yang meliputi kesehatan dan cacat tubuh.
b) Faktor psikologis yang meliputi intelegensi, perhatian, minat, bakat,
motivasi, kematangan dan kesiapan.
c) Faktor kelelahan
2) Faktor ekstern (yang berasal dari luar diri siswa) yang terdiri dari :
a) Faktor keluarga yang meliputi cara orang tua mendidik hubungan antar anggota keluarga, suasana rumah, kondisi ekonomi keluarga , pengertian orangtua dan latar belakang kebudayaan.
b) Faktor sekolah yang meliputi metode mengajar, kurikulum, hubungan antar guru dengan siswa, disiplin sekolah, alat pengajaran, waktu sekolah, keadaan gedung, metode belajar dan tugas rumah.
c) Faktor masyarakat yang meliputi kegiatan siswa dalam masyarakat,
mass media dan teman bergaul.
Adanya pengaruh intern merupakan hal yang logis dan wajar, sebagai akibat perbuatan belajar adalah perubahan tingkah laku individu yang diniati dan disadarinya. Kebutuhan untuk belajar dan berprestasi membuat siswa harus mengerahkan segala daya upaya untuk mencapainya. Salah satu pengaruh intern tersebut adalah intelgensi. Dalam situasi yang sama, siswa yang berintelgensi tinggi besar kemungkinan lebih berhasil dari siswa yang berintelegensi rendah. Tetapi hal itu belum dapat menjamin. Seperti yang diungkapkan Slameto (1991 : 58) “siswa yang mempunyai tingkat intelegensi yang tinggi belum pasti berhasil dalam belajarnya. Hal ini disebabkan karena belajar adalah suatu proses yang kompleks dengan banyak faktor yang mempengaruhinya”.
Faktor ekstern cukup berpengaruh terhadap keberhasilan belajar, salah satunya adalah kualitas pengajaran. Seperti yang dikemukan Nana Sudjana (1989 : 40), bahwa “salah satu lingkungan belajar yang paling dominan mempengaruhi hasil belajar di sekolah ialah kwalitas pengajaran dalam mencapai tujuan pengajaran. Yang pada hakekatnya hasil belajar tersirat dalam tujuan pengajaran”.
Hal lain yang berhubungan dengan keberhasilan belajar adalah pengalaman. Dalam teori belajar Gestalt yang dikemukan oleh Nasution (1986 : 76) bahwa “belajar akan memberi hasil yang sebaik-baiknya bila didasarkan pada pengalaman, karena pengalaman ialah suatu interaksi, yaitu aksi dan reaksi antara individu dengan lingkungannya”.
Selain faktor-faktor di atas, waktu dan kesiapan belajarpun mempunyai andil dalam keberhasilan belajar. Seperti yang diungkapkan Carrol dalam Makmun, Abdin Syamsudin, (1987 : 19) bahwa “setiap siswa pada dasarnya kalau diberi kesempatan belajar dengan mempergunakan waktu sesuai dengan yang diperlukannya mungkin dapat mencapai taraf penguasaan serperti yang dicapai rekannya”. Dan salah satu penyebab kesulitan belajar ialah cukup tidaknya waktu serta tepat tidaknya penggunaan waktu tersebut untuk belajar.
Di sisi lain peran guru juga merupakan penentu dalam keberhasilan belajar siswa. Mengajar sebagai salah satu tugas yang harus dilaksanakan guru tidak hanya mencakup pemberian materi pelajaran tetapi juga harus mampu membimbing kegiatan siswa dan mengatur serta mengorganisasikan lingkungan yang ada di sekitar siswa, sehingga dapat mendorong dan menumbuhkan siswa melakukan kegiatan belajar.
Ada pendapat yang menyatakan bahwa “kegagalan guru dalam menjalankan tugasnya dikarenakan mereka tidak mampu menyadari dan mewujudkan prinsip bahwa proses belajar secara fundamental adalah proses kejiwaan yang sangat penuh dengan larutan emosi” (Winarno, Surakhmad 1997 : 69). Jadi belajar bukan kegiatan yang terbatas pada segi kognitif tetapi juga segi afektif atau emosi. Seorang siswa yang emosinya sedang terganggu tidak dapat belajar dengan baik. Hal ini disebabkan karena tidak dapat berkonsentrasi terhadap pelajaran yang sedang dihadapinya oleh karena itu diperlukan adanya motivasi yang dapat menumbuhkan keinginan siswa untuk tetap belajar samapai siswa menyadari bahwa yang dipelajarinya itu berguna. Tugas guru adalah menumbuhkan motivasi siswa dalam belajar tumbuh. Selain memberikan motivasi, guru juga harus mempunyai keterampilan lain, yaitu dapat membuat kombinasi yang baik antara waktu, materi pelajaran dan metode mengajar yang digunakan.


BAB III
PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN TEMATIK


A. Perencanaan Pengembangan Model Pembelajaran
Langkah-langkah yang ditempuh dalam perencanaan pengembangan model pembelajaran ini adalah (a) analisis kurikulum, (b) pengembangan program, (c) menyusun silabus, dan (d) uji kelayakan terbatas.
B. Tahap Pengembangan Model Pembelajaran
Langkah ini menurut Borg dan Gall (1979) merupakan langkah uji coba utama dan uji coba operasional. Langkah pengembangan ini dilakukan melalui beberapa siklus dengan mengikuti paradigma prosedur penelitian tindakan. Adapun aspek-aspek yang diteliti pada tahap pengembangan ini meliputi (1) perencanaan pembelajaran, (2) implementasi perencanaan pembelajaran, yang meliputi aktivitas guru dan peserta didik, dan (3) hasil belajar.













BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian hasil penelitian dan pembahasan sebagaimana dikemukakan pada bab empat, maka kesimpulan hasil penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Sebelum pengembangan model pembelajaran tematik dengan rancangan
quantum teaching, guru dalam melaksanakan pembelajaran tematik masih sesuai
jadwal pelajaran yang ada. Dengan demikian, maka kondisi pelaksanaan pembelajaran tematik masih bersifat fragmentaris, dan terkotak-kotak berdasarkan bidang studi. Di samping itu, pembelajaran belum diarahkan untuk menstimuli kecerdasan majemuk peserta didik.
2. Salah satu ciri pengembangan pembelajaran tematik dengan rancangan skenario
quantum teaching dapat dilihat dari langkah-langkah pembelajaran yang meliputi
Tumbuhkan, Alami, Namai, Demonstrasikan, Ulangi, dan Rayakan (TANDUR). Dengan langkah-langkah tersebut ternyata pembelajaran menjadi kondusif dalam menstimuli perkembangan kecerdasan majemuk peserta didik sekolah dasar. Hal ini bersamaan dengan meningkatnya pemahaman dan kinerja guru dalam melaksanakan pembelajaran tematik dengan rancangan skenarioquantim teaching yang fokusnya pada upaya menumbuhkembangkan kecerdasan majemuk
3. Model pembelajaran tematik dengan rancangan skenario quantum teaching merupakan produk dari penelitian ini, ternyata cukup kondusif dalam menumbuhkembangkan kecerdasan majemuk peserta didik. Perkembangan setiap aspek kecerdasan majemuk peserta didik mengalami peningkatan yang berarti, yaitu rata rata skor hasil asesmen selama dan setelah pembelajaran tematik
B. Saran
Implementasi model pembelajaran tematik dengan rancangan skenario
quantum teaching ini memerlukan adanya dedikasi yang tinggi dari pihak guru.
Selain itu, yang tidak kalah pentingnya dalam melaksanakan model pembelajaran ini yaitu sangat membutuhkan adanya kreativitas guru. Kreativitas guru yang diperlukan, di antaranya (a) kreatif dalam memilih tema dan topik yang harus dikaitkan dengan kebutuhan perkembangan dan minat peserta didik, dalam hal ini terkait dengan kreatif dalam memilih bahan ajar yang relevan dengan tema dan topik tersebut, (b) kreatif dalam membuat variasi keterpaduan baik intra maupun antarbidang studi, (c) kreatif dalam mengelola kelas, dan (d) kreativitas dalam menciptakan aktivitas belajar yang bermakna sehingga dapat menumbuhkembangkan kecerdasan majemuk peserta didik.





















DAFTAR BACAAN

Ahmadi, Abu dan Joko Tri Parasetyo. (1997). Strategi Belajar Mengajar. Bandung:
Pustaka Setia.
Arifin, Zaenal. (1999). Evaluasi Instruksional. Bandung : PT. Rosdakarya,1999.
20
Azwar, Syaifuddin. (1998). Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Djamarah, Syaiful Bahri dan aswan Zain.(2002). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta:
PT. Rineka Cipta.
Hamalik, Oemar.(2003). Proses Belajar Menagajar. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Purwanto, Ngalim.(1995). Ilmu Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Syah, Muhibbin. (1995). Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung :
PT. Remaja Rosdakarya.
Winkel. (1996). Psikologi Pengajaran. Jakarta : Gramedia Widia Sarana Indonesi

Jumat, 15 Juli 2011

MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN KOGNITIF DAN KEMANDIRIAN BELAJAR ANAK USIA TK

             Usia anak TK sering disebut dengan usia emas (golden age) oleh karena itu proses pembelajaran pada anak usia ini hendaknya dilakukan dengan tujuan memberikan konsep-konsep dasar yang memiliki kebermaknaan bagi si anak melalui pengalaman nyata ( Yuliani, Nurani, S., 2003:1). Melalui pengalaman nyata itu akan memungkinkan anak untuk melanjutkan aktifitas dan rasa ingin tahu (curiosity) secara optimal dan menempatkan posisi guru sebagai pendamping, pembimbing, serta fasilittor bagi anak. Proses pendidikan seperti ini dapat menghindari bentuk pembelajaran yang hanya berorientasi pada kehendak guru yang menempatkan anak secara pasif dan guru menjadi dominan.
          Anak yang dimaksud adalah kelompok anak berusia 4 – 6 tahun yang sedang dalam masa pertumbuhan dan perkembangan fisik maupun psikis. Pada hakikatnya anak adalah seorang manusia atau individu yang memiliki pola perkembangan tertentu dan kebutuhan yang berbeda dengan orang dewasa. Sedangkan ahli psikologi menganggap bahwa anak sebagai manusia kecil yang memiliki potensi, tingkah laku dan karakteristik tertentu dank has yang tidak sama dengan orang dewasa dan harus dikembangkan sehingga ia nanti akan berkembang menjadi manusia dewasa yang mandiri dan bertanggungjawab terhadap dirinya sendiri, keluarga dan masyarakat dimana ia berada.
Taman Kanak-Kanak (TK) adalah salah satu bentuk pendidikan jalur formal yang menyediakan program pendidikan dini bagi anak usia empat tahun sampai enam tahun sebelum memasuki pendidikan dasar (Undang-undang No. 20 tahun 2003). Perkembangan kecerdasan pada masa ini mengalami peningkatan dari 50% menjadi 80%. Selain itu berdasarkan penelitian/ kajian yang dilakukan oleh Pusat Kurikulum, Balitbang Diknas tahun 1999 menunjukkan hampir pada seluruh aspek perkembangan anak yang masuk TK mempunyai kemampuan lebih tinggi daripada anak yang tidak masuk TK di kelas I SD.
Usia 4 – 6 tahun merupakan masa peka bagi anak, anak mulai sensitif untuk menerima berbagai upaya perkembangan seluruh potensi anak. Masa peka adalah masa terjadinya pematangan fungsi fisik dan pskis yang siap merespon stimulasi yang diberikan lingkungan. Masa ini merupakan masa untuk meletakkan dasar pertama dalam mengembangkan kemampuan fisik, kognitif, bahasa, sosial emosional, konsep diri, kedisiplinan, kemandirian, seni, moral dan nilai-nilai agama. Oleh sebab itu dibutuhkan kondisi dan stimulasi yang sesuai dengan kebutuhan anak agar pertumbuhan dan perkembangan anak tercapai secara optimal.
Program pembelajaran dalam kurikulum TK/RA memadukan aspek-aspek perkembangan anak didik secara utuh, yang mencakup bidang pengembangan pembiasaan dan bidang pengembangan kemampuan dasar (Depdiknas, 2006:4). Bidang pengembagan pembiasaan merupakan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus yang ada dalam kehidupan sehari-hari anak sehingga menjadi kebiasaan yang baik. Sedangkan bidang kemampuan dasar merupakan kegiatan yang dipersiapkan oleh guru untuk meningkatkan kemampuan dan kreativitas sesuai dengan tahap perkembangan anak. Bidang pengembangan kemampuan dasar tersebut meliputi aspek perkembangan berbahasa, kognitif, fisik motorik dan seni.

1.        Kemampuan Kognitif
                 Salah satu bidang pengembangan  kemampuan dasar yang berhubungan dengan integensi anak adalah aspek perkembangan kognitif. Kognitif lebih bersifat pasif atau statis yang merupakan potensi atau daya untuk memahami sesuatu sedangkan intelegensi lebih bersifat aktif yang merupakan aktualisasi atau perwujudan dari daya atau potensi tersebut yang berupa aktivitas atau perilaku.  Perkembangan kemampuan kognitif adalah suatu proses berpikir berupa kemampuan untuk menghubungkan, menilai dan mempertimbangkan sesuatu. Dapat juga dimaknai sebagai kemampuan untuk memecahkan masalah atau untuk mencipta karya yang dihargai dalam suatu kebudayaan.
                 Menurut Yuliani Nurani S., (2005:1.2), apabila dilihat dari peristilahan yang sering ditukarpakaikan maka pada dasarnya istilah intelektual adalah sama pengertiannya dengan kognitif. Pada pembahasan berikutnyakedua istilah akan digunakan secara bergantian sesuai konteks kalimatnya dan pendapat para ahli yang mendefinisikan tentang hal tersebut.
              Potensi kognitif ditentukan pada saat konsepsi (pembuahan) namun terwujud atau tidaknya potensi kognitif tergantung dari lingkungan dan kesempatan yang diberikan. Potensi kognitif yang dibawa sejak lahir atau merupakan factor keturunan yang akan menentukan batas perkembangan tingkat intelegensi (batas maksimal). Kognitif adalah suatu proses berpikir, yaitu kemampuan individu untuk menghubungkan, menilai dan mempertimbangkan suatu kejadian atau peristiwa.
a.    Perkembangan kemampuan kognitif
     Proses kognitif berhubungan dengan tingkat kecerdasan (integensi) yang mencirikan seseorang dengan berbagai minat terutama sekali ditujukan kepada ide-ide dan belajar. Perkembangan kemampuan kognitif merupakan perwujudan dari kemampuan primer, antara lain :
1)        Kemampuan berbahasa (verbal comprehension)
2)        Kemampuan mengingat (memory)
3)        Kemampuan nalar atau berpikir logis (reasoning)
4)        Kemampuan tilikan ruang (spatial factor)
5)        Kemampuan bilangan (numerical ability)
6)        Kemampuan menggunakan kata-kata (word fluency)
7)        Kemampuan mengamati dengan cepat dan cermat (perceptual speed)

b.   Definisi kognitif
     Beberapa ahli psikologi yang berkecimpung dalam bidang pendidikan mendefinisikan intelektual kognitif dengan berbagai peristilahan:
1)        Terman mendefinisikan bahwa kognitif adalah kemampuan untuk berpikir secara abstrak.
2)        Colvin mendefinisikan bahwa kognitif adalah kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan.
3)        Herman mendefinisikan bahwa kognitif adalah intelektual ditambah dengan pengetahuan.
4)        Hunt mendefinisikan bahwa kognitif adalah teknik untuk memproses informasi yang disediakan oleh indra. (Yuliani Nurani S., 2006:1.4)
                   Anak usia 4 – 6 tahun sudah mulai diajarkan angka di sekolah. Konsep-konsep yang diajarkan berupa pengenalan angka, pengertian angka, dan pemahaman angka dari 1 – 20, dan belum pada pengenalan serta pemahaman angka yang lebih besar dari itu. Semua sudah tercantum dalam kurikulum yang ada di sekolah.
                   Hal yang mendasar yang harus diketahui guru dalam rangka mengembangkan kemampuan kognitif anak adalah tentu saja mengetahui perkembangan kognitif anak. Dengan mengetahui tahapan perkembangan anak dalam area kognitifnya, guru akan dapat mengembangkan metode-metode pembelajaran yang paling tepat bagi anak. Anak akan dapat mengembangkan potensinya seluas mungkin tanpa ada rasa paksaan atau tekanan yang berlebihan. (Hildayani, 2007:9.1)
                   Pengembangan kognitif bertujuan mengembangkan kemampuan berpikir anak untuk dapat mengolah belajarnya, dapat menemukan bermacam-macam alternative pemecahan masalah, membantu anak untuk mengembangkan kemampuan logika matematikanya dan pengetahuan akan ruang dan waktu, serta mempunyai kemampuan untuk memilih-milih, mengelompokkan serta mempersiapkan pengembangan kemampuan berpikir teliti.
                   Anak-anak yang berada pada rentang usia 3 – 6 tahun memasuki awal kanak-kanak atau early childhood. Pada masa ini, intelektual anak berkembang amat pesat. Aspek-aspek perkembangan yang bisa dilihat pada anak usia ini adalah Perkembangan Memori, Perkembangan Kognitif Piaget, dan Perkembangan Bahasa Anak. (Hildayani, 2007:9.9).

c.    Fase perkembangan kognitif anak usia Taman Kanak-Kanak
                   Fase-fase perkembangan kognitif anak usia Taman Kanak-kanak berada pada fase praopersional yang mencakup tiga aspek, yaitu:
1)        Berpikir Simbolik
      Aspek berpikir simbolik yaitu kemampuan untuk berpikir tentang objek dan peristiwa  walaupun objek  dan   peristiwa tersebut  tidak  hadir secara   fisik (nyata) di hadapan anak.

2)        Berpikir Egosentris
       Aspek berpikir secara egosentris yaitu cara berpikir tentang benar atau tidak benar, setuju atau tidak setuju berdasarkan sudut pandang sendiri. Oleh karena itu anak belum dapat meletakkan cara pandangnya di sudut pandang orang lain.
3)        Berpikir Intuitif
       Fase berpikir secara intuitf yaitu kemampuan untuk menciptakan sesuatu, seperti menggambar atau menyusun balok, akan tetapi tidak mengetahui dengan pasti alasan untuk melakukannya.

d.   Ciri perilaku kognitif
            Adapun ciri-ciri perilaku kognitif pada anak antara lain :
1)        Berpikir lancar
       Yaitu menghasilkan banyak gagasan atau jawaban yang relevan dan arus pemikiran lancar.
2)        Berpikir luwes
       Yaitu menghasilkan gagasan-gagasan yang beragam, mampu megubah cara atau pendekatan dan arah pemikiran yang berbeda-beda.
3)        Berpikir orisional
       Yaitu memberikan jawaban yang tidak lazim atau lain dari yang jarang diberikan kebanyak orang lain.
4)        Berpikir terperinci (elaborasi)
       Yaitu mengembangkan, menambah, memperkaya suatu gagasan, memperinci detail-detail dan memperluas suatu gagasan.

e.    Tahapan perkembangan kognitif
                        Piaget membagi 4 tingkat perkembangan kemampuan otak untuk berpikir mengembangkan pengetahuan (kognitif), yaitu tahapan sensori motorik, pra operasional konkrit, operasional konkrit, dan operasional formal. Anak Taman Kanak-Kanak berada pada tahapan pra operasional karena anak telah menggunakan logika pada tempatnya. Tahapan ini dapat dijelaskan sebagai berikut :
1)        Pada tahap ini anak mengembangkan kemampuan untuk mengorganisasikan serta mempersepsikan dengan gerakan-gerakan dan tindakan-tindakan fisik. Dalam kenyataannya, pra opersional adalah kemampuan anak untuk mengantisipasi pengaruh dari satu kejadian dalam kejadian yang lain.
2)        Perkembangan pra operasional anak, memungkinkan anak berpikir dan menyinpulkan eksistensi sebuah benda atau kejadian tertentu walaupun benda atau kejadian itu berada di luar pandangan, pendengaran atau jangkauan tangannya.
3)        Anak mengerti bahwa perubahan dalam satu factor disebabkan oleh perubahan dalam factor lain. Misalnya dua buah gelas yang berkapasitas sama tetapi berbeda bentuk dituangi air dengan jumlah yang sama maka anak akan cenderung menebak isi gelas yang pendek, karena anak hanya mampu melihat pada ketinggian pada gelas air yang tinggi tanpa memperhitungkan kuantitas atau volume yang sama pada gelas yang pendek tetapi besar.
4)        Pada tahap ini anak memiliki angan-angan karena ia berpikir secara intuitif yakni berpikir dengan berdasarkan ilham.

f.     Cara anak membangun pengetahuan
     Menurut Piaget dalam Depdiknas (2007:4) mengidentifikasikan tiga tahapan proses membangun pengetahuan sebagai berikut :
1)        Asimilasi
       Asimilasi berkaitan dengan proses penyerapan informasi baru ke dalam informasi yang telah ada di dalam skema (struktur kognitif) anak.
2)        Akomodasi
       Akomodasi adalah proses menyatukan informasi baru dengan informasi yang telah ada di dalam skema sehingga perpaduan antara informasi tersebut memperluas skemata anak.

3)        Ekuilibrium
       Ekuilibrium berkaitan dengan usaha anak untuk mengatasi konflik yang terjadi dalam dirinya pada waktu ia menghadapi suatu masalah. Untuk memecahkan masalah tersebut ia menyeimbangkan informasi yang baru yang berkaitan dengan masalah yang dihadapinya dengan informasi yang telah ada di dalam skematanya secara dinamis. Sebagai contoh pada waktu anak diberi buah lain berkulit maka anak akan menyeimbangkan pengetahuannya tentang jeruk dengan cara-cara yang harus dilakukannya agar buah tersebut dapat dimakan.


g.    Klasifikasi pengembangan kognitif
                        Untuk mempermudah guru dan orang dewasa lainnyadalam menstimulasi kemampuan kognitif anak agar tercapai optimalisasi potensi pada masing-masing anak, maka diperlukan pengklasifikasian pengembangan kognitif. Lebih jelasnya dapat diuraikan sebagai berikut :
1)        Pengembangan Auditory (PA)
       Kemampuan ini berhubungan dengan bunyi atau indra pendengaran anak. Kemampuan yang dikembangkan antara lain, mendengarkan atau menirukan bunyi yang didengar sehari-hari, mendengarkan nyanyian atau syair dengan baik, mengikuti perintah lisan sederhana, mendengarkan cerita dengan baik, mengungkapkan kembali cerita sederhana, menebak lagu atau apresiasi music, mengikuti dengan bertepuk, mengetahui asal suara dan mengetahui nama benda yang dibunyikan.
2)        Pengembangan Visual (PV)
       Kemampuan ini berhubungan dengan penglihatan, pengamatan, perhatian, tanggapan, dan persepsi anak terhadap lingkungan sekitar. Kemampuan yang dikembangkan, antara lain, mengenali benda-benda sehari-hari, mengembangkan benda-benda dari yang sederhana menuju yang lebih kompleks, mengetahui benda dari ukuran, bentuk, atau dari warnanya, mengetahui adanya benda yang hilang apabila ditunjukkan sebuah gambar yang belum sempurna atau janggal, menjawab pertanyaan sebuah gambar seri dan atau lainnya, menyusun potongan teka-teki dari yang sederhana sampai ke yang lebih rumit, mengenali namanya sendiri bila tertulis dan mengenali huruf dan angka.
3)        Pengembangan Taktil (PT)
       Kemampuan ini berhubungan dengan pengembangan tekstur (indra peraba). Kemampuan yang dikembangkan, antara lain: mengembangkan akan indra sentuhan, mengembangkan kesadaran akan berbagai tekstur, mengembangkan kosa kata untuk menggambarkan berbagai tekstur seperti tebal-tipis, halus-kasar, panas-dingin, dan tekstur kontras lainnya, bermain bak pasir, bermain air, bermain dengan plastisin, menebak dan meraba tubuh teman, meraba dengan kertas ampals, meremas kertas Koran dan meraup biji-bijian.
4)        Pengembangan Kinestetik (PK)
       Kemampuan yang berhubungan dengan kelancaran gerak tangan/ketrampilan tangan atau motorik halus yang mempengaruhi perkembangan kognitif. Kemampuan yang dikembangkan antara lain : fingerpainting dengan tepung kanji, menjiplak huruf-huruf geometri, melukis dengan cat air, mewarnai dengan sederhana, menjahit dengan sederhana, merobek kertas Koran, menciptakan bentuk-bentuk dengan balok, mewarnai gambar, membuat gambar sendiri dengan berbagai media, menjiplak bentuk lingkaran, bujursangkar, segitiga, segiempat, persegipanjang, memegang dan menguasai sebatang pensil, menyusun atau menggabungkan potongan gambar atau teka-teki dalam bentuk sederhana mampu menggunakan gunting dengan baik, dan mampu menulis.
5)        Pengembangan Aritmatika (PA)
       Kemampuan aritmatika berhubungan dengan kemampuan yang diarahkan untuk kemampuan berhitung atau konsep berhitung permulaan. Kemampuan yang dikembangkan, antara lain: membilang angka, menyebut urutan bilangan, menghitung benda, mengenali himpunan dengan nilai bilangan berbeda, memberi  nilai bilangan pada suatu himpunan dengan nilai bilangan berbeda, memberi  nilai bilangan pada suatu himpunan benda, mengerjakan atau menyelesaikan operasi penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian dengan menggunakan konsep dari kongkrit ke abstrak, menghubungkan konsep bilangan dengan lambing bilangan, dan menciptakan bentuk benda sesuai dengan konsep bilangan. Dalam prakteknya, dapat diterapkan dengan :
a)         Menggunakan konsep waktu, misalnya: hari ini.
b)        Menyatakan waktu dengan jam.
c)         Mengurutkan lima sampai dengan sepuluh benda berdasarkan urutan tinggi besar.
d)        Mengenal penambahan dan pengurangan.
6)        Pengembangan Geometri (PG)
            Kemampuan geometri berhubungan dengan pengembangan konsep bentuk dan ukuran. Kemampuan yang dikembangkan, antara lain :
a)         Memilih benda menurut warna, bentuk dan ukuran.
b)        Mencocokkan benda menurut warna, bentuk dan ukuran.
c)         Membandingkan benda menurut ukuran besar-kecil, panjang-lebar, tinggi-rendah.
d)        Mengukur benda secara sederhana.
e)         Mengerti dan menggunakan bahasa ukuran, seperti besar-kecil, tinggi-rendah, panjang-pendek, dan sebagainya.
f)         Menciptakan bentuk dari kepingan geometri.
g)        Menyebut benda-benda yang ada di kelas sesuai dengan bentuk geometri.
h)        Mencontoh bentuk-bentuk geometri.
i)          Menyebut, menunjuk, dan mengelompokkan lingkaran, segitiga, dan segiempat.
j)          Menyusun menara dari delapan kubus.
k)        Mengenal ukuran panjang, berat, dan isi.
l)          Meniru pola dengan empat kubus.
7)        Pengembangan Sains Permulaan (SP)
       Kemampuan sains permulaan berhubungan dengan berbagai percobaan atau demonstrasi sebagai suatu pendekatan secara sainstific atau logis tetapi tetap dengan mempertimbangkan tahapan berpikir anak.
Adapun kemampuan yang akan dikembangkan antara lain :
a)                   Mengeksplorasi berbagai benda yang ada di sekitar.
b)                  Mengadakan berbagai percobaan sederhana.
c)                   Mengkomunikasikasikan apa yang telah diamati dan diteliti.

h.    Prinsip pengembangan kognitif di Taman Kanak-Kanak
     Agar pelaksanaan bidang pengembangan kognitif di Taman Kanak-kanak dapat mencapai kompetensi dasar yang telah ditentukan, hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut :
1)   Memberikan kesempatan kepada anak untuk menghubungkan pengetahuan yang sudah diketahui dengan pengetahuan yang baru diperolehnya. Misalnya: mengenai konsep bilangan 1-10 dengan menghubungkan lambang bilangan.
2)        Dalam memberikan kegiatan pengembangan kognitif, terutama untuk kegiatan persiapan pengenalan konsep bilangan, hendaknya guru memperhatikan masa peka.
3)        Untuk mencapai kemampuan pengembangan kognitif tidak semua dilaksanakan sekaligus dalam satu kegiatan, akan tetapi dapat dilakukan secara bertahap dengan keadaan dan tingkat perkembangan anak.
4)        Dalam memberikan kegiatan pengembangan kognitif hendaknya mengacu pada kompetensi yang hendak dicapai dan sedapat mungkin dikaitkan dengan tema yang akan dibahas.
5)        Pelaksanaan pengembangan kognitif dapat digunakan bermacam-macam metode yang sesuai dengan kompetensi yang hendak dicapai.
6)        Pelaksanaan pengembangan kognitif didasarkan terjawabnya pertanyaan “apa” dan “mengapa” tentang segala sesuatu yang ada di sekitar anak. Jika pada anak sudah timbul pertnyaan semacam tersebut, maka pada masa itu anak sudah mampu untuk menerima penjelasan.
7)        Memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sarana dan sumber belajar.
8)        Memberi kesempatan kepada anak untuk mengeksplorasikan pengamatan yang didapat secara lisan atau dengan kreasi menciptakan bentuk dari kegiatan bentuk-bentuk geometri dan membentuk dengan tanah liat.
9)        Kegiatan-kegiatan yang diberikan hendaknya merupakan pengetahuan yang obyektif dan sesuai dengan kenyataan.

2.             Kemandirian Belajar
a.    Pengertian Kemandirian Belajar
                 Proses belajar adalah proses perubahan tingkah laku individu. Salah satu usaha untuk meningkatkan perubahan tingkah laku tersebut adalah dengan kemandirian belajar (belajar mandiri).Istilah belajar mandiri sering dikaitkan dengan sistem pendidikan terbuka, karena pada umumnya system pendidikan terbuka menerapkan konsep belajar mandiri. Istilah ini digunakan untuk membedakannya dengan konsep belajar pada umumnya yang tergantung pada kendali dan arahan guru. Belajar mandiri sebagai proses belajar di mana setiap individu dapat mendiagnosa kebutuhan belajar, merumuskan tujuan belajar, mengidentifikasi sumber-sumber belajar baik berupa orang maupun bahan), memilih dan menerapkan strategi belajar yang sesuai bagi dirinya, serta mengevaluasi hasil belajarnya.
                 Menurut Nuryoto (1993:48) Individu yang memiliki kemandirian kuat, akan mampu bertanggungjawab, berani menghadapi masalah dan resiko serta tidak terpengaruh atau tergantung kepada orang lain. Menurut Utomo (1990:108) Kemandirian memiliki kecenderungan bebas berpendapat. Jadi kemandirian adalah suatu kecenderungan menggunakan kemampuan diri sendiri untuk menyelesaikan masalahan secara bebas, progresif, penuh inisiatif, dan bertanggungjawab.
                 Pendapat lain tentang belajar mandiri, Cyril Kesten dalam Marjohan (2008:7), mendefinisikan belajar mandiri sebagai suatu bentuk belajar dimana pebelajar (dalam hubungannya dengan orang lain) dapat membuat keputusan-keputusan penting yang sesuai dengan kebutuhan belajarnya sendiri. Menurut Dodds dalam Marjohan (2008:7), menjelaskan bahwa : “Konsep belajar mandiri menggambarkan adanya kendali belajar serta penentuan waktu dan tempat belajar yang berada pada diri siswa yang belajar. Dalam sistem belajar mandiri, siswa tidak harus belajar sendiri-sendiri atau sendirian. Siswa yang belajar mandiri tidak berarti harus terlepas sama sekali dengan pihak lain.            Dalam belajar mandiri, siswa selain belajar secara individual bisa juga secara berkelompok dengan siswa lain. Bahkan dalam hal-hal tertentu dimungkinkan pula untuk meminta bantuan guru, tutor, atau pihak lain yang dianggap bisa membantu. Belajar mandiri adalah kegiatan belajar aktif, yang didorong oleh niat atau motif untuk menguasai sesuatu kompetensi guna mengatasi masalah, dan dibangun dengan bekal pengetahuan atau kompetensi yang dimiliki.
                 Berdasarkan penjelasan di atas, tampak kata kunci dalam belajar mandiri yaitu inisiatif, tanggungjawab dan otonomi dari siswa untuk proaktif dalam mengelola proses kegiatan belajarnya. Dalam belajar, siswa tidak terus menerus menggantungkan bantuan, pengawasan dan pengarahan orang lain (guru/ orang tua).

b.   Ciri-ciri Kemandirian Belajar
     Menurut Sadiman (1980:105) mengemukakan ciri-ciri kemandirian antara lain sebagai berikut :
a.         Adanya kecenderungan untuk berpendapat, berperilaku, dan bertindak atas kehendak sendiri untuk menyelesaikan masalah secara bebas serta tidak tergantung pada orang lain.
b.        Mempunyai keinginan yang kuat untuk mencapai suatu tujuan.
c.         Berusaha dengan ulet dan tekun untuk mewujudkan harapannya.
d.        Mampu berfikir dan bertindak secara kreatif penuh inisiatif dan tidak sekedar meniru.
e.         Mempunyai kecenderungan untuk meraih sesuatu sendiri tanpa bantuan orang lain.
f.         Dalam menghadapi masalah mencoba menyelesaikan sendiri tanpa bantuan orang lain.
g.        Mampu menentukan sendiri tentang sesuatu yang harus diselesaikan tanpa mengharapkan bantuan dari orang lain.
     Menurut Watson dan Lindgren dalam Sartini Nuryoto (1993:49) yang menyatakan bahwa tingkah laku mandiri meliputi pengambilan inisiatif, mengatasi hambatan, melakukan sesuatu dengan tepat, gigih dalam usahanya dan melakukan sesuatu sendiri tanpa bantuan orang lain.
            Dalam hal ini, guru bertugas memotivasi anak agar tumbuh niat belajar pada diri anak dengan cara membuat suasana hati anak menjadi senang/ gembira sehingga anak tertarik untuk belajar.

c.    Indikator Kemandirian Belajar
     Berdasarkan pendapat-pendapat tentang kemandirian belajar tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa indikator kemandirian belajar yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut :
a.    Tidak tergantung kepada orang lain.
b.    Ada dorongan untuk maju.
c.    Kesadaran diri untuk berbuat sesuatu.
d.   Menyadari kewajiban diri.
e.    Memiliki kepercayaan diri.

d.   Faktor yang mempengaruhi kemandirian belajar
     Ada beberapa factor yang mempengaruhi kemandirian belajar anak didik, antara lain :
1)        Ketersediaan sumber informasi
       Ketersediaan sumber informasi diperlukan karena proses pembelajaran mandiri sangat mungkin mendorong  anak didik mencari informasi baru.
2)        Ketersediaan pembantu belajar, bisa keluarga, kawan atau guru. Ketersediaan narasumber, baik di rumah, di sekolahm maupun di lingkungan masyarakat juga diperlukan. Ketersediaan mereka dibutuhkan sebagai tempat bertanya, atau tempat mengkomunikasikan pikiran baru, temuan baru, atau kompetensi baru.
3)        Ketersediaan suasana lingkungan yang kondusif bagi kemandirian belajar, utamanya di rumah dan sekolah, sebagai tempat untuk menumbuhkan ketrampilan belajar mandiri. Suasana lingkungan ini dapat berupa ruang belajar di rumah yang memberikan rasa tenang. Suasana kelas yang sehat baik secara fisik (ruangan yang baik, ventilasi, keluasan, kelengkapan dan penerangannya), maupun secara mental ( keakraban, kerjasama, ataupun sikap akademiknya) sangat menunjang kemandirian belajar.
4)        Lingkungan rumah cukup dominan untuk menentukan atas kemandirian belajar anak. Faktor tingkat pendidikan orangtua dan sikap peduli atau tidak hanya menyerahkan urusan pendidikan anak kepada sekolah semata adalah factor pendukung di samping factor lain. Bimbingan orang tua untuk melatih anak dalam memanfaatkan waktu akan membantu anak terbiasa memanfaatkan waktu dengan baik.
5)        Lingkungan sekolah
       Kondisi sekolah dan system pengajaran yang sesuai dengan kebutuhan anak akan mendorong anak untuk berbuat yang selalu terarah (tidak semaunya sendiri) jauh dari sikap masa bodoh, karena anak didik tahu tujuan belajar dan penyampaian materi oleh guru yang menarik. Dari tiga aspek yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik yang dikembangkan terhadap anak melalui proses belajar mengajar secara berimbang akan mendukung kemandirian belajar anak.

               Belajar yang didasarkan pada kemampuan keras, gigih dalam berusaha dan melakukan sesuatu tanpa bantuan orang lain akan mendorong tercapainya perkembangan kemampuan kognitif dengan baik, siswa yang menunjukkan usaha yang kuat selalu dapat menyelesaikan setiap perbuatan yang dihadapinya dengan tuntas dan cenderung untuk selalu berhasil dengan baik dalam menyelesaikan tugasnya.
               Dengan kemandirian belajar, perkembangan kemampuan kognitif akan meningkat, prestasi belajar akan meningkat. Dengan kemandirian belajar yang kuat anak mampu bertanggungjawab, berani menghadapi masalah, dengan bertanggungjawab diharapkan perkembangan kemampuan kognitif dapat dicapai dengan sebaik-baiknya. Jika guru dalam menyampaikan materi pengajaran memberikan kebebasan untuk belajar dengan fasilitas yang diperlukan siswa dan siswa sudah berani untuk mengerjakan sendiri tanpa harus ditunggui orang tua / pengantar, maka diharapkan dapat meningkatkan perkembangan kemampuan kognitif anak.

Pengertian belajar mandiri yang lebih terinci sebagai berikut:
a.    Setiap anak berusaha meningkatkan tanggung jawab untuk mengambil berbagai keputusan dalam usaha belajarnya.
b.    Belajar mandiri dipandang sebagai suatu sifat yang sudah ada pada setiap orang dan situasi pembelajaran.
c.    Belajar mandiri bukan berarti memisahkan diri dengan orang lain.
d.   Dengan belajar mandiri, anak dapat mentransfer hasil belajarnya yang berupa pengetahuan dan keterampilan ke dalam situasi yang lain.
e.    Anak yang melakukan belajar mandiri dapat melibatkan berbagai sumber daya dan aktivitas, seperti: bermain sendiri, belajar kelompok, latihan-latihan, bersosialisasi sensiri dengan teman tanpa ditunggui orang tua.
f.     Peran efektif guru dalam belajar mandiri masih dimungkinkan, seperti dialog dengan anak, pencarian sumber, mengevaluasi hasil, dan memberi gagasan-gagasan kreatif.
          Orangtua dan guru sebagai pendidik memberikan kebebasan yang bertanggungjawab kepada anak. Anak akan menirukan perilaku kedua orangtuanya dan gurunya. Dengan kemandirian, anak akan lebih mudah distimulasikan perkembangan aspek-aspek kecerdasan lainnya (multiple intelligences).
          Dalam usia prasekolah, anak-anak umumnya cepat bosan pada aktivitas yang diberikan. Aktivitas sebaiknya dirancang bervariasi dalam bentuk indoor activities (di dalam ruangan) dan outdoor activities (di luar ruangan). Aktivitas di dalam ruangan difokuskan untuk melatih konsentrasi, menstimulasi daya imajinasi dan menumbuhkan kreativitas serta logika berpikir anak. Selain itu, indoor activities bermanfaat untuk melatih disiplin anak dalam kebiasaan sehari-hari, seperti membiasakan merapikan mainannya sendiri, makan sendiri, mengangkat piring makannya ke trolley yang telah disediakan (dikenal dengan pendekatan Montessori), serta melatih kemandirian belajar anak. Aktivitas di luar ruangan difokuskan untuk optimalisasi perkembangan fisik dan sosial-emosional anak, seperti berlari, bermain ayunan, perosotan, bermain pasir, melatih anak untuk bersosialisasi dengan sesamanya, dan bermain air di kolam renang yang juga merupakan aktivitas yang sangat digemari anak. Suasana yang nyaman dan menyenangkan akan membuat anak-anak tidak cepat bosan dalam meniti hari-harinya bermain sambil belajar di sekolah.

                                                                                                                                                                                                   















DAFTAR PUSTAKA

Arief S. Sadiman, dkk. 1994, Media Pendidikan, Jakarta, PT Raja Grafindo
Hurlock, Elizabeth, 1978, Perkembangan Anak Jilid I Erlangga
Arikunto, Thomas, 1987, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta, Bina Aksara
Hamalik, Oemar, 2003, Media Pendidikan, Bandung, Alumni
Hildayani, Rini, 2006, Psikologi Perkembangan Anak, Jakarta, Universitas Terbuka
Moeslichatoen R, 2000, Metode Pengajaran di Taman Kanak-kanak, Jakarta, Depdikbud kerjasama dengan Penerbit Rineka Cipta
Nurani Yuliani, 2005, Metode Penegmbangan Kognitif, Jakarta, Universitas Terbuka
--------, 2005, Kurikulum 2004 Standar Kompetensi, Taman Kanak-kanak dan Raudhotul Athfal, Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah, Jakarta
-------, 2007, Permainan Berhitung di Taman Kanak-kanak, Jakarta, Depdiknas
Musfiroh Tadkiroatun, 2009, Pengembangan Kecerdasan Majemuk, Jakarta, Universitas Terbuka
Marjohan, 2008, Kemandirian Belajar, http://aristorahadi.wordpress.com/2008/03/31/kemandirian-belajar-siswa-smp-terbuka/#comment-399, diunduh Jum’at 13 Mei 2011, 05:16
Sartini, Nuryoto, 1993, Jurnal Psikologi Kemandirian Remaja Ditinjau dari Tahap Perkembangan Jenis Kelamin dan Peran Jenis, Yogyakarta : No. 2, 48-58
                   diunduh Minggu 15 Mei 2011, 22.31